Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB-UB) Candra Fajri Ananda mengemukakan, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai sisi yang terlibat dalam kebijakan kenaikan tarif cukai dan harga rokok di Indonesia. Pemerintah perlu memperhatikan sisi tenaga kerja, penerimaan CHT, kesehatan, rokok ilegal, industri, hingga pertanian.
Dalam kajian PPKE FEB-UB, keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) menjadi bagian penting dalam pertimbangan kebijakan cukai di Indonesia demi menjaga keberlangsungan IHT demi mendorong terbukanya lapangan pekerjaan dan menurunkan angka pengangguran di Indonesia.
Hal itu perlu dilakukan mengingat indikator angka prevalensi merokok usia dini telah tercapai di RPJMN yang menargetkan penurunan sebesar 8,7 persen. Pada perkembangannya, persentase penduduk merokok usia dini (10-18 tahun) telah melebihi capaian target pemerintah dari 7,2 persen (2013) menjadi 3,8 persen (2020).
"Hasil kajian itu menunjukkan kenaikan harga yang terlalu tinggi akan mengancam kesinambungan IHT yang terbukti mengalami penurunan jumlah pabrikan rokok terutama golongan 1. Pasalnya, golongan 1 memiliki tingkat sensitivitas terbesar apabila terjadi perubahan harga. Kenaikan harga rokok pada golongan 2 dan 3 memberikan kontribusi besar terhadap kenaikan peredaran rokok ilegal," kata Candra dalam keterangan resminya, Rabu, 12 Oktober 2022.
Merujuk hasil kajian, secara umum kenaikan harga rokok akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan IHT dan pertumbuhan penerimaan CHT. Kenaikan harga berpengaruh secara langsung terhadap kenaikan jumlah permintaan rokok ilegal.
"Kenaikan harga rokok yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak terhadap peningkatan peredaran rokok ilegal dan keberlangsungan IHT yang selanjutnya juga dapat meningkatkan dampak negatif bagi kesehatan konsumen rokok dan berpotensi menurunkan penerimaan negara," terangnya.
Baca juga: Pemangku Kepentingan IHT Minta Diajak Susun Revisi PP 109/2012 |
Oleh sebab itu, sambung Candra, kenaikan harga rokok bukan langkah efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok. Pasalnya, dampak kenaikan harga rokok terhadap peningkatan peredaran rokok ilegal dan penurunan pabrik rokok lebih besar dibandingkan dengan penurunan angka prevalensi merokok.
"Saat ini, pemerintah perlu menahan kenaikan harga rokok untuk menjaga keseimbangan pilar lain yang terlibat dalam IHT," ujarnya.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo mengusulkan agar tidak ada kenaikan cukai hasil tembakau tahun depan.
Kalaupun dinaikkan, pihaknya mengusulkan angkanya setinggi inflasi. Pasalnya, kenaikan cukai ini tidak bisa diikuti secara otomatis oleh kenaikan harga. "Kalau tidak ada waktu jeda, maka ini akan mengikis margin atau barangkali akan berdampak buruk terhadap kelangsungan IHT," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News