Hal ini seiring proyeksi IMF yang memangkas pertumbuhan ekonomi global dari 2,9 persen menjadi 2,7 persen. "Melambatnya pertumbuhan ekonomi global ini akan memberikan tekanan terhadap perekonomian Indonesia, terutama melalui jalur perdagangan dan investasi," kata Wakil Ketua Umum PP Persis Prof Atip Latiful Hayat, melalui keterangan tertulis, Jumat, 23 Desember 2022.
Berdasarkan hasil kajian terhadap kondisi ekonomi Indonesia pada 2023, DT PP Persis memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada kisaran angka 4,8-5,2 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut didasarkan pada asumsi bahwa pada 2023 tidak ada lagi goncangan yang terjadi seperti pandemi covid-19 serta perang Rusia-Ukraina.
Berkaca pada keberhasilan pada 2022, DT PP Persis merasa yakin Indonesia bisa melewati 2023 dengan optimistis. Tentunya dengan usaha bersama dan kerja sama dari semua elemen bangsa.
"Kita optimistis mampu melalui berbagai tantangan tersebut dengan baik. Walaupun demikian, kita harus tetap waspada karena gelombang kejut ekonomi bisa datang dari mana saja dan kapan saja," kata dia.
Baca: Menkeu Pecut Diversifikasi Pasar Ekspor Demi Jaga Kinerja Perdagangan RI
Untuk itu, DT PP Persis memandang terdapat enam hal penting yang harus menjadi catatan pemerintah dan para pelaku ekonomi. Keenam hal itu adalah:
1. Ciptakan pertumbuhan ekonomi berkualitas
Atip mengatakan hal pertama yang harus menjadi perhatian adalah pertumbuhan. Bukan sekadar angka, pemerintah juga harus berusaha untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
"Pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja yang layak (decent job) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Atip.
DT PP Persis melihat ada penurunan kualitas pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini. Pada periode sebelumnya, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan antara 300.000-350.000 lapangan kerja baru. Saat ini, 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menciptakan lapangan kerja baru antara 200.000-250.000 lapangan kerja baru.
Menurut DT PP Persis, hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi saat ini banyak ditopang sektor jasa keuangan yang notabene sektor padat modal yang tidak memerlukan banyak pekerja. Ke depan, Pemerintah diminta menggenjot pertumbuhan ekonomi dari sisi sektor riil yang sifatnya padat karya dan menyerap banyak tenaga kerja.
2. Tetapkan skala prioritas
Kedua, Atip mengatakan kebijakan realokasi dan refocusing anggaran yang dilakukan pemerintah bersama DPR dalam upaya penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi, sudah tepat. Kolaborasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan burden sharing juga sudah relatif baik.
Kebijakan moneter melalui penentuan suku bunga acuan yang adaptif juga ikut mendorong proses pemulihan berjalan lebih cepat. Namun, DT PP Persis mencatat, dalam tingkat realisasi dan implementasi masih belum selektif.
Pemerintah terkesan belum memiliki skala prioritas yang menjadi panduan perencanaan dan pengelolaan keuangan negara pada 2022. Oleh karena itu, pada 2023, pemerintah harus jeli dan cermat memilah mana kegiatan yang sifatnya penting dan perlu didukung pendanaannya, dan mana yang sifatnya just importatant, serta mana yang sifatnya meningkatkan pencitraan publik (nice to have).
3. Optimalkan infrastruktur
Ketiga, beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang dibangun pada 2022 memiliki multiplier effect ekonomi yang relatif rendah dan terkesan tidak didahului kajian yang komprehensif. Bahkan, beberapa infrastruktur seperti bandara mengalami “mati suri” seperti Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kerta Jati, Bandara Bandara Ngloram Cepu, Bandara Soedirman Purbalingga, dan Bandara Wiriadinata Tasikmalaya.
"Di tengah keterbatasan anggaran dan ruang fiskal yang sempit, pembangunan infrastruktur harus mengedepankan proyek yang memiliki multiplier effect ekonomi besar. Yang melibatkan masyarakat Indonesia dengan bahan baku yang berasal dari Indonesia. Tidak boleh ada lagi penggunaan tenaga kerja asing di level tenaga teknisi (lower middle management)," kata Atip.
4. Pulihkan UMKM
Keempat, pada periode pandemi covid-19 kemarin, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi korban paling besar. Padahal, pada krisis-krisis sebelumnya, UMKM selalu menjadi bumper penyelamat di tengah kondisi krisis yang terjadi. DT PP Persis memandang Program Pemulihan Ekonomi (PEN) yang dibuat pemerintah belum benar-benar mampu memulihkan UMKM seperti sebelum pandemi covid-19.
"Pada 2023, Pemerintah harus fokus pada pemulihan ekonomi UMKM dan kembali menjadikan UMKM sebagai bumper ekonomi nasional yang menyerap banyak tenaga kerja," kata dia.
Untuk lebih meningkatkan peran UMKM dalam perekonomian nasional, lanjut dia, pemerintah juga bisa mendorong adanya kolaborasi antara UMKM dengan organisasi masyarakat (ormas) termasuk, ormas-ormas yang berbasis keagamaan.
5. Ciptakan persaingan sehat
Kelima, DT PP Persis memandang, sampai saat ini, struktur ekonomi Indonesia bersifat oligopoli, yaitu pelaku industri dan pasar hanya dikuasai oleh beberapa pihak. Hal ini bisa menyebabkan adanya oligarki ekonomi.
"Ke depannya, pemerintah melalui penegak hukum harus menciptakan persaingan yang sehat. Agar bisa menciptakan efisiensi pasar yang menguntungkan masyarakat luas," kata atip.
6. Terapkan kebijakan afirmatif
Keenam, pada 2022, kemiskinan dan ketimpangan ekonomi masih relatif tinggi. Pada 2023, pemerintah diharapkan membuat kebijakan afirmatif yang dapat melakukan distribusi ekonomi yang berkeadilan.
Menurutnya, ketimpangan antara pelaku ekonomi terlihat dari rasio penguasaan lahan yang masih di atas 0,6. Artinya, lebih dari 60 persen lahan di Indonesia hanya dikuasai oleh 1 persen penduduk Indonesia.
"Jika hal ini tetap dibiarkan, ketimpangan ekonomi akan terus terjadi. Masyarakat miskin akan tetap miskin dan masyarakat kaya semakin kaya," kata dia.
Apit memaparkan strategi ini saat menjadi pembicara kunci di Saresehan Perekonomian Nasional yang dilaksanakan DT PP Persis, di Bandung, Kamis, 22 Desember 2022. Saresehan ini mengangkat tema Evaluasi Perekonomian Nasional Tahun 2022, Proyeksi Perekonomian Nasional Tahun 2023.
Saresehan menghadirkan Anggota Komisi XI DPR Ahmad Najib Qodratullah, Analis Bank Indonesia (BI), Analis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Analis Badan Pusat Statistik (BPS), dan Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi. Acara dibuka Ketua Dewan Tafkir PP Persatuan Islam Prof Jajang A Rohmana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News