"Indonesia dikenal negara penghasil emas, perak, aluminium, dan nikel yang saat ini ikutan naik usai naiknya eskalasi konflik Rusia dengan Ukraina. Jika kita bisa mengoptimalkan peluang ini, ekonomi kita bukan hanya selamat dari ancaman defisit karena dampak naiknya harga migas, tapi juga bisa untung besar," kata Mahmud, dilansir dari Antara, Selasa, 1 Maret 2022.
Menurutnya, berdasarkan hasil riset terkait perang-perang Asia saat perang dingin, tidak semua negara mengalami kerugian, defisit, ataupun krisis perdagangan maupun ekonomi. Beberapa negara justru diuntungkan oleh ketegangan konflik antar negara maupun perang terbuka.
Untuk mendapatkan untung besar di tengah konflik antara Rusia dan Ukraina, menurutnya, Indonesia memerlukan strategi yang jitu terkait pertambangan, baik di hulu maupun hilirnya, termasuk tentu saja terkait pembangunan smelter dan lain-lainnya.
"Di sini lah, Politik Bebas Aktif Indonesia menemukan relevansi dan signifikansinya," katanya.
Hanya saja sebagai negara net importir minyak bumi, harga minyak dan gas bumi yang kian tinggi usai konflik antara Rusia dan Ukraina, dalam jangka panjang dapat merugikan Indonesia. Jika tidak disiasati, harga minyak bumi dan gas yang tinggi akan semakin membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang telah tertekan oleh pandemi covid-19.
"Pertumbuhan ekonomi kita yang lumayan membaik di 2021 bisa jadi terdampak," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News