Seto mencontohkan proyek industri smelter yang ada di Indonesia bagian timur. Smelter nikel di di Morowali, Sulawesi Tengah yang sudah beroperasi misalnya, saat ini jumlah pekerjanya ada sekitar 45 ribu orang. Sebanyak 41 ribu pekerja di antaranya merupakan pekerja lokal.
"Di sana kita buat politeknik khusus, memang tenaga kerja asing fluktuatif, saat konstruksi mereka naik sedikit. Namun begitu selesai, masuk fase operasi, (jumlah TKA) akan turun. Polanya seperti itu," ujar Seto dalam konferensi pers virtual, Jumat, 5 Februari 2021.
Begitu juga dengan smelter yang lainnya. Ia kembali mencontohkan smelter di Weda Bay, Halmahera Tengah. Saat ini total pekerjanya sebanyak 9.000 orang. Sebanyak 8.000 di antaranya merupakan TKA, sedangkan 1.000 orang sisanya merupakan pekerja lokal. Jumlah TKA cukup banyak lantaran masih dalam proses pembangunan.
"Karena pembangunan, saking susahnya dapat tenaga kerjanya SD, SMP, kita rekrut lah. Rata-rata pegawainya adalah perempuan, ada dari lulusan pariwisata, keperawatan. Mereka di-training ulang operasikan smelter. Mereka coba maksimalkan dari lokal dulu," sebut dia.
Seto mengakui bahwa permasalahan utilisasi tenaga kerja lokal di kawasan industri smelter memang ada. Namun permasalahan tersebut tidak signifikan karena adanya pelatihan (training) bagi para pekerja.
"Dari segi komunikasi, pelatihan ini menjadi salah satu hal yang penting. Para (pelaku industri) smelter ini melakukan pelatihan, karena mereka tahu kalau ambil TKA mahal," pungkas Seto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id