"Total penerima ialah 12,4 juta dengan total anggaran Rp14,88 triliun. Data terakhir yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan, dari 15,7 juta pekerja ternyata menjadi 12,48 juta pekerja. Jadi, ada selisih dari target awal karena sudah dilakukan validasi oleh BPJS Ketenagakerjaan," kata Menaker di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Jumat, 2 Oktober 2020.
Menaker menyampaikan hal itu saat konferensi pers bersama dengan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto.
Menaker melaporkan tindak lanjut dari rekomendasi KPK terhadap program subsidi upah. Ida menjelaskan, awalnya anggaran yang dialokasikan untuk penerima subsidi upah ialah untuk 15,72 juta pekerja dengan total anggaran Rp37,74 triliun.
Bantuan diberikan dalam bentuk uang sebesar Rp600 per bulan selama empat bulan, yaitu Agustus-Desember 2020 dan dibayarkan setiap dua bulan sekali. Namun, dalam pelaksanaannya, ternyata tidak dapat direalisasikan 100 persen.
"Ada berbagai masalah, seperti terjadi duplikasi rekening, rekening tutup, rekening pasif, tidak valid, dibekukan, rekening tidak sesuai NIK (nomor induk kepegawaian), rekening tidak terdaftar, seluruhnya ada 130.183 yang mengalami kendala," ujar Ida.
Atas masalah itu, Kemenaker telah berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan dan bank penyalur untuk membbuat posko pengaduan, sistem cek secara daring melalui aplikasi sisnaker, penyediaan call center, dan nomor WhatsApp.
Di kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron meminta Kementerian Ketenagakerjaan cermat dalam menyalurkan bantuan subsidi gaji. Program yang direncanakan berlangsung hingga pertengahan 2021 itu akan diawasi secara ketat supaya nihil penyelewengan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News