Task Force FoWE merupakan bagian dari rangkaian acara B20 Indonesia Summit 2022 atau Konferensi Tingkat Tinggi B20 (KTT B20) Indonesia yang digelar di Bali, pada 13-14 November 2022. Task Force FoWE berfokus merumuskan rekomendasi kebijakan mengenai isu pekerjaan dan pendidikan pada masa depan.
Chair of B20 Indonesia, Shinta Kamdani, saat membuka acara B20 Summit yang mengusung tema “Advancing Innovative, Inclusive, and Collaborative Growth” mengatakan tahun ini, 34 persen anggota Task Force/Action Council B20 Indonesia adalah perempuan yang menunjukkan komitmen berkelanjutan Indonesia di B20 untuk mempromosikan pemberdayaan dan inklusi perempuan.
“Forum ini bersifat global dan peran kami dalam menyatukan berbagai kelompok pemangku kepentingan dengan sangat serius. Melalui bantuan delegasi dari seluruh dunia, dengan senang hati saya sampaikan bahwa kami secara kolektif merumuskan prioritas kami di B20 Indonesia menjadi 25 policy recommendation dan 68 policy action,” ujar Shinta.
Sejumlah pembicara hadir pada sesi tersebut, yaitu Ketua Task Force FoWE Hamdhani Dzulkarnaen, Maria Fernanda Garza selaku CEO Orestia, Presiden World Employment Confederation Bettina Schaller, Erol Kiresepi selaku CEO Santa Pharma Ceutical, dan Michele Parmelee selaku Presiden IOE (International Organication of Employers). Selain itu juga hadir tokoh-tokoh berpengaruh lainnya terkait bidang kesempatan kerja, yakni Johnny C. Taylor Jr. selaku President CEO SHRM (the Society for Human Resource Management), dan Managing Director Confederation of German Employers' Associations (BDA) Renate Hornung-Draus.
Terdapat tiga rekomendasi kebijakan dari Task Force FoWE yang selaras dengan tujuan B20. Pertama, mendukung pemulihan pasca pandemi dengan cara menyesuaikan pasar kerja dengan sektor masa depan menjadi lebih dinamis dan fleksibel. Di antaranya dengan cara mendukung UMKM, menyesuaikan regulasi kerja dengan kondisi pasca pandemi, memungkinkan transisi pekerja dan transisi bisnis ke dalam konteks ekonomi formal, dan memastikan tempat kerja yang people-centered.
Rekomendasi kedua adalah memperbarui sistem pendidikan agar selaras dengan kebutuhan pasar kerja dan pekerjaan masa depan dengan cara mendesain sistem pembelajaran yang memiliki lifelong outcome dan dapat mengantisipasi transisi ke dunia kerja dengan meminimalisir skill gap antara pelajar dan pekerja.
Rekomendasi ketiga adalah memastikan inklusifitas di tempat kerja, memastikan keterlibatan peran generasi muda, perempuan, dan kelompok rentan, dalam ekonomi global.

“Tiga rekomendasi kebijakan Task Force FoWE selaras dengan prioritas B20-G20, akan berkontribusi secara signifikan untuk proses pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi. Penyesuaian pasar kerja, pembaruan sistem pendidikan, dan inklusifitas peran ekonomi akan menjadi kunci untuk membuka potensi ekonomi pulih dan bertumbuh lebih cepat,” kata Hamdhani Dzulkarnaen.
Sesi ini diadakan secara paralel dengan sesi dari WiBAC (Women in Business Action Council) B20 Indonesia untuk melengkapi pembahasan isu sektor pekerjaan masa depan dan pendidikan yang lebih fokus pada pemberdayaan perempuan dalam dunia bisnis.
Isu kesetaraan kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja bagi perempuan mendapat sorotan pada sesi diskusi. Michele Parmelee memaparkan bahwa untuk mencapai kesetaraan kesempatan kerja, penghalang bagi perekrutan bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya di dunia kerja mesti dihilangkan.
“Selain itu, fasilitas untuk pelatihan dan insentif juga mesti disediakan, dan kemitraan antara sektor privat dan public mesti diperkuat agar dapat merangkul pemuda dan kelompok rentan lainnya,” kata Michele Parmelee.
Bettina Schaller menambahkan agar tercipta kesetaraan kesempatan pendidikan dan kerja bagi kelompok rentan diperlukan sinergi berbagai elemen.
“Dibutuhkan kolaborasi antar pemangku kepentingan seperti asosiasi bisnis dan akademia untuk merancang dan mengimplementasikan kebijakan yang dapat mendukung transisi ke sektor masa depan,” tutur Bettina Schaller.
Erol Kiresepi juga merespons pertanyaan terkait bagaimana kewirausahaan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana pekerja perempuan di sektor non-formal dapat terjun ke karier formal dengan infrastruktur dan kemampuan digital terbatas.
“Ada empat hal yang harus dilakukan, yaitu memberikan insentif bagi pelaku wirausaha, mengurangi kebijakan yang menjadi penghalang produktifitas dan pertumbuhan bisnis, mewujudkan tempat kerja yang lebih fleksibel misalnya secara online atau hybrid, dan mengimplementasikan kebijakan yang dapat mendukung produktivitas,” kata Erol Kiresepi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id