Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator tengah memilah perusahaan multifinance yang sehat dan tidak sehat. Berdasarkan data OJK, sejak 2017 sampai 2022 sudah ada 51 perusahaan multifinance ditutup sehingga menyisakan perusahaaan yang lebih tangguh dan kuat.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, banyak multifinance dicabut usahanya karena faktor permodalan. Terlebih, pada Desember 2019 perusahaan multifinance harus memiliki modal minimum Rp100 miliar.
"Rata-rata perusahaan pembiayaan yang dulu modalnya dibawah Rp100 miliar belum bisa meng-upgrade dirinya, bahkan harus dicabut izinnya berserta ada pelanggaran rambu yang mana perusahan pembiayaan sudah semakin teregulasi," ujar Suwandi dalam webinar 'Tantangan dan Masa Depan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Ancaman Resesi Global', Kamis, 15 September 2022.
Pelaku industri multifinance menyoroti Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Ada dua hal utama yang disorot, yakni keharusan pinjam meminjam dalam mata uang rupiah, dan larangan Warga Negara Asing (WNA) menjadi pengurus multifinance.
Menurut Suwandi, sejumlah industri multifinance sebenarnya sudah lumrah mendapatkan pinjaman dari luar negeri dalam bentuk mata uang asing. Namun dalam penyaluran pinjamannya di dalam negeri tentu perusahaan pembiayaan menggunakan mata uang rupiah.
Namun jika klausul dalam draft RUU P2SK tersebut lolos, ia khawatir malah menjadi langkah mundur bagi industri multifinance. Pasalnya pelaku industri malah makin sulit mendapatkan pendanaan (funding), apalagi di tengah ketatnya pinjaman dari perbankan dalam negeri.
"Sebenarnya yang diharapkan adalah bagaimana investor asing ini masuk, tapi bukan masuk dalam kompetisi itu malah menambah beban bagi masyarakat. Kalau bisa mendapatkan dana murah dari luar, artinya ini malah bisa membuat kami harus bekerja secara efisien," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengatakan, RUU P2SK masih terbuka untuk didiskusikan. DPR bersama pemerintah akan melakukan pembahasan bersama dan ditargetkan RUU P2SK dapat dituntaskan pada akhir 2022.
"Banyak isu yang saya kira harus kita cermati. Sebelum kita rumuskan kita akan undang seluruh stakeholder. APPI juga akan kita undang. Himbara kita undang. Kita akan matangkan lagi. Ini kan inisiatif DPR, kita belum terima draft dari pemerintah," kata Fathan.
Di sisi lain, RUU P2SK ini diharapkan dapat melindungi pelaku jasa keuangan ke depannya. Komisi XI juga berjanji tetap berkoordinasi dengan pelaku industri multifinance, sehingga dapat memberi support bagi industri ini agar tetap bertumbuh.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK, Bambang W. Budiawan mengatakan, komposisi pendanaan perusahaan pembiayaan saat ini masih didominasi dari perbankan sebesar 78 persen. Tahun depan, komposisi pendanaan itu diharapkan turun ke 72 persen.
"Karena memang tidak semua investor dalam negeri itu bisa menyerap atau mau menyerap. Justru dari luar ini banyak sebenarnya bagus kan kalau ada investor dari luar itu bank-bank besar kasih pinjaman ataupun ada private equity di luar membeli obligasi yang diterbitkan perusahaan pembiayaan," ujarnya.
Baca juga: OJK: Piutang Multifinance Tembus Rp367,67 Triliun per Juli 2022 |
Menurutnya pendanaan dari investor asing ini masih memiliki peluang yang cukup baik, terlihat dari beberapa multifinance yang telah berkolaborasi dengan asing, baik sebagai pemegang saham pengendali yang mayoritas maupun sebagai strategic partner.
Menyikapi hal tersebut, CEO Maybank Finance Alexander Tan berharap RUU P2SK ini dapat memberikan perlindungan bagi perusahaan pembiayaan. Setidaknya kehadiran RUU ini bisa membantu industri multifinance menghadapi ketidakpastian.
"RUU P2SK diharapkan dapat memberikan dampak penguatan perlindungan kepada kami sebagai pelaku di industri jasa keuangan sehingga ada balancing dengan adanya perlindungan terhadap konsumen juga," kata Alexander.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News