"Saya kira itu memungkinkan sekali, bagaimana nanti ruang fiskal APBN mengatur itu semua. Dengan adanya penyesuaian saya lebih sepakat subsidi BBM dialihkan ke sektor yang lebih produktif daripada dibakar di jalan raya," ujar Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, saat dihubungi, Selasa, 30 Agustus 2022.
Dia mengatakan subsidi BBM semakin membebani APBN lantaran terus bertambah. Dahulu, bantuan untuk BBM jenis pertalite dan solar mencapai Rp200 triliun dari porsi APBN.
Baca: Subsidi BBM Diminta Alihkan untuk Pendidikan dan Energi Terbarukan |
"Sekarang sudah Rp500 triliun. Ini sudah sangat tinggi dan memberatkan sekali. Memang perlu ada pembatasan dan pengurangan, kalau tidak makin berat lagi," kata dia.
Menurut Mamit, pelaksanaan subsidi BBM tak tepat sasaran dan memperlebar kesenjangan sosial. Sebab, bantuan itu tak menyentuh rakyat miskin dan dimanfaatkan oleh mereka yang mampu.
Mamit mengatakan subsidi menjadi kontraproduktif karena mereka yang miskin tak tersentuh bantuan itu. "Mereka tidak punya mobil, motor juga tidak punya. Sedikit saja. Yang menikmati sekarang ya orang-orang yang kaya, yang mampu," kata dia.
Dia berharap ada upaya revisi aturan yang memperjelas siapa pihak yang berhak menerima subsidi BBM. Hal itu bertujuan mempertajam akurasi distribusi subsidi.
"Karena kalau tanpa ada pembatasan repot juga. Revisi ini pemerintah mengatur kriterianya, kalau pemerintah tegas, ya kriterianya bakal rinci," ujar Mamit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News