Revisi UU BUMN akan memberikan penguatan kewenangan pada Kementerian BUMN dalam mengelola perusahaan negara. Sebab, selama ini kewenangan tersebut terbatas, termasuk ketika harus memutuskan nasib BUMN yang tergolong sakit seperti mengalami kerugian terlalu lama dan sebagainya.
"Contohnya kok nutup saja lama sekali, merestrukturisasi saja kita perlu waktu sembilan bulan," kata Erick di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 22 September 2021.
Dengan revisi payung hukum tersebut diharapkan Kementerian BUMN dapat diberi kesempatan untuk bisa menutup ataupun merestrukturisasi BUMN bermasalah. Ia bilang tentu tujuannya tidak semata-mata untuk menambah kekuasaan. Namun justru bagaimana Kementerian BUMN bisa menjadi pihak yang memberikan penekanan yang baik bagi para direksi BUMN.
Sehingga para direksi tidak berpikir bahwa jika perusahaan terkena masalah pasti akan ditolong oleh negara tanpa terlebih dahulu melakukan upaya perbaikan.
"Kalau sekarang kita punya kekuatan untuk menutup, tentu dengan paparan yang terbuka dengan DPR. Jadi kekuatan sendiri yang kita ubah mentalitasnya, bagaimana mereka punya pertanggungjawaban enggak hanya sekadar pada saat menjabat. Ini konteks yang harus kita lakukan," tutur dia.
Lebih lanjut, Erick mengatakan kehadiran revisi UU BUMN juga akan menjelaskan secara eksplisit tentang penugasan, PMN, dan dividen. Ia bilang dengan revisi UU BUMN, pihaknya bisa memetakan PMN dan dividen sesuai dengan kinerja, tidak karena adanya laporan yang dipoles.
"Kunci UU BUMN jadi penting karena turunannya ada PMN dan kinerja perusahaan apakah direstrukturisasi, merger atau diperkuat jadi champion," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News