Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengenai dampak yang diperoleh industri tersebut setelah memperoleh harga khusus.
Pasalnya, ia bilang, serapan gas harga khusus industri ini dari sisi volume masih rendah yakni 229,4 billion british thermal unit per day (BBTUD) atau 61 persen dari yang dialokasikan sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 Tahun 2020 sebesar 374 BBTUD.
"Memang ini perlu koordinasi yang baik dengan Kemenperin, industri yang menyerap gas ini melaporkan dampaknya. Kalau enggak diserap 100 persen alasannya apa. Saya belum tahu persis kalau soal industrinya perform atau tidak. Saya setuju perlu melakukan evaluasi dengan kemenperin" kata Tutuka, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Rabu, 24 Maret 2021.
Ia bilang sejauh ini tolok ukur terkait performa industri yang mendapatkan insentif harga gas khusus ini yaitu volume produksi industri yang meningkat. Adapun mengenai serapan yang rendah, Tutuka mengatakan karena dampak pandemi covid-19.
Anggota Komisi VII Fraksi PKB Ratna Juwita Sari mengungkapkan masih banyak industri yang mendapat insentif harga gas USD6 per MMBTU belum optimal menyerap gas. Kondisi ini membebani produsen dan pemasok gas yang sudah mengurangi keuntungannya agar harga gas bisa turun.
"Kami melihat banyak perusahan yang mendapatkan dispensasi terkait harga gas ini malah seperti tidak memaksimalkan performance mereka, malah mereka membebani," ujar Ratna.
Senada, Anggota Komisi VII Fraksi Golkar Ridwan Hisjam mendorong agar industri penerima manfaat ini bisa mengoptimalkan penyerapan gasnya. Sebab, banyak industri di luar penerima manfaat insentif ini bisa membeli gas dengan harga pasar dan tetap mampu menjalankan kegiatan produksinya.
"Industri yang dapat subsidi ini memanfaatkanlah," jelas Ridwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News