Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) Marwan Batubara mengungkapkan, selama ini IPP telah dibolehkan membangun pembangkit dan menjual listriknya kepada PLN sesuai konsep multi buyers single sellers (MBSS). Padahal, yang berhak melayani dan menjual listrik kepada konsumen hanyalah PLN.
"Ketentuan tentang Konsep MBMS dengan skema power wheeling semula tidak tercantum dalam draft RUU EBT yang dikirim DPR kepada pemerintah (29 Juni 2022). Ketentuan tersebut disusupkan dalam Pasal 29 A, Pasal 47 A dan Pasal 60 ayat 5)," kata Marwan dalam keterangan tertulis, Rabu, 2 November 2022.
Setelah konsep MBSS, Marwan melanjutkan, dalam RUU EBT juga ditambahkan kemampuan IPP dalam menjual listrik kepada konsumen melalui skema power wheeling.
Baca juga: Gawat! Skema Power Wheeling di RUU EBT Bisa Bebani Negara |
Dengan begitu, meskipun tidak memiliki jaringan transmisi dan distribusi sendiri, pasokan listrik IPP dapat sampai kepada konsumen, di mana saja berada. Konsep ini dinilai akan merugikan negara.
"Skema power wheeling akan merugikan negara, PLN dan rakyat sebagai konsumen listrik," ujarnya.
Jika skema power wheeling disetujui akan menimbulkan sejumlah kerugian, terutama terjadi pada peningkatan subsidi listrik di APBN dan mahalnya tarif listrik.
PLN wajib membeli listrik yang diproduksi IPP dengan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik harus memperhitungkan seluruh daya yang dibangkitkan, maka kelebihan pasokan atau over supply listrik swasta tersebut telah membuat biaya pokok produksi (BPP) listrik naik ini berujung pada pembayaran tarif yang lebih mahal.
"Kelebihan pasokan listrik jika tidak diterapkan skema power wheeling hanya mencapai 20 persen, sedangkan jika diterapkan akan meningkat menjadi 50-60 persen," ucapnya.
Setelah wajib menerima pasokan listrik IPP, PLN juga harus membeli listrik tersebut dengan harga sesuai skema take or pay (TOP). Dengan TOP, PLN harus membeli listrik IPP lebih lebih besar dari yang dibutuhkan. Hal ini juga dapat menambah beban biaya operasi yang berujung pada kenaikan BPP, tarif listrik dan beban subsidi APBN.
Beban terhadap APBN tersebut akan mengurangi kemampuan untuk melistriki wilayah terpencil yang saat ini belum terjangkau listrik.
"Saat ini yang sangat prioritas dibutuhkan rakyat adalah penurunan tarif listrik akibat over supply pasokan listrik dan skema TOP, bukan skema power wheeling," tukasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News