Kemudian pada 21 Agustus tercatat 883 penerbangan dengan 54.958 penumpang, sementara pada 22 Agustus sebanyak 867 penerbangan dengan 60.683 penumpang. Lalu lintas penerbangan tertinggi terjadi pada 23 Agustus yang mencapai 1.045 penerbangan dengan jumlah penumpang mencapai sekitar 95 ribu penumpang.
Angka penerbangan dan penumpang ini juga merupakan tertinggi sejak 1 April 2020. Secara kumulatif pada libur panjang kemarin terdapat 3.821 penerbangan yang mengangkut sekitar 296 ribu penumpang di 19 bandara AP II. Lalu lintas penerbangan pada long weekend kemarin cukup tinggi.
"Pada 23 Agustus, jumlah penerbangan dan penumpang pesawat merupakan yang paling tinggi sejak 1 April atau ketika pandemi mulai berdampak terhadap sektor penerbangan nasional," kata Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin, dalam keterangan resminya, Rabu, 26 Agustus 2020.
Awaluddin mengatakan aktivitas di 19 bandara tersebut saat libur panjang empat hari kemarin berjalan sangat lancar dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
“Di tengah tingginya penerbangan, protokol kesehatan di tengah pandemi dapat dijalankan dengan ketat, operasional penerbangan berjalan lancar, serta pelayanan dapat dilakukan optimal di bandara PT Angkasa Pura II,” ujar Awaluddin.
Adapun lalu lintas penerbangan secara umum sejak satu bulan terakhir menunjukkan peningkatan misalnya di Bandara Soekarno-Hatta yang merupakan bandara tersibuk di Indonesia. Di Bandara Soekarno-Hatta, rekor frekuensi penerbangan pecah tiga kali.
Pertama, pada 14 Agustus jumlah penerbangan mencapai 524 penerbangan atau tertinggi selama pandemi covid-19. Lalu, rekor tersebut pecah pada 20 Agustus dengan 530 penerbangan, dan kemudian pada 23 Agustus frekuensi penerbangan kembali mencatatkan angka tertinggi yakni 540 penerbangan.
Lebih lanjut, Awaluddin menuturkan, Indonesia memiliki pasar penerbangan domestik cukup besar sehingga dapat membantu sektor penerbangan untuk bisa memulai pemulihan di tengah adaptasi kebiasaan baru.
“Sektor penerbangan di negara yang memiliki pasar penerbangan domestik cukup besar seperti misalnya Indonesia, Amerika Serikat, dan Tiongkok mungkin saja dapat memulai fase pemulihan lebih awal,” pungkas Awaluddin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News