Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) Adi Wisoko, dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR menyampaikan penerapan satu harga minyak goreng mungkin akan mudah dilakukan di tingkat ritel, namun akan sulit memastikan harga tersebut berlaku pada level pedagang kecil hingga warung.
"Selanjutnya kalau untuk distributor D1, D2, maupun ke warung bagaimana memastikannya. Kurang jelas. Bagaimana mendapatkan bukti bisa capai Rp14 ribu sampai tingkat pembeli eceran terbawah ini," ungkap Adi dilansir Mediaindonesia.com, Rabu, 19 Januari 2022.
Dia pesimistis kebijakan satu harga ini bisa menurunkan harga minyak goreng yang sedang tinggi-tingginya. Hal lain yang dia khawatirkan yaitu menjelaskan subsidi diberikan oleh pemerintah kepada produsen minyak goreng terhadap selisih harga oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Untuk menagih subsidi itu, pihaknya harus mendapatkan bukti jelas minyak goreng yang disalurkan seharga Rp14 ribu per liter. Di tingkat ritel, hal ini mungkin akan mudah karena bukti penjualannya jelas. Namun di pedagang kecil hal itu akan sulit dilakukan.
"Untuk menagih ke BPDPKS ini harus ada kata dokumen yang bisa dipertanggungjawabkan. Kalau kita jual ke supermarket, minimarket jelas ada NPWP dan sebagainya. Kalau untuk distributor D1, D2, maupun ke warung bagaimana mau memastikannya," kata Adi.
Belum lagi, produsen dan pengelola ritel akan sangat kesulitan untuk mendata sisa stok minyak goreng yang belum terjual sejak kemarin. Pendataan itu dilakukan untuk memberikan bukti kepada BPDPKS bahwa minyak goreng sisa stok kemarin juga dijual dengan harga Rp14 ribu per liter.
"Ada sisa-sisa yang terjual dan harus dicatat semua agar terbukti, dan ada bukti lengkap, baru bisa diajukan ke BPDPKS. Minyak goreng satu harga banyak yang sudah ada di supermarket. Ini ramai ini untuk selesaikan administrasi supaya yang sisa-sisa ini bisa dapat subsidi juga," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News