"Saat ini geopolitik Rusia-Ukraina sebagai ketidakpastian baru atau black swan bagi ekonomi global. Rusia merupakan salah satu pemasok energi terbesar di dunia, dengan pasokan gas alam mencapai 16 persen dan minyak 11 persen dari pasokan global," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam webinar, Selasa, 22 Maret 2022.
Ia menambahkan, Rusia dan Ukraina merupakan salah satu penghasil gandum, pupuk, dan logam bahan baku industri seperti nikel dan paladium. Oleh karena itu, konflik kedua negara berdampak pada tingginya inflasi energi, pangan, yang sebelumnya juga meningkat akibat pandemi.
"OECD dalam interim report menyatakan, jika konflik Rusia dan Ukraina tidak segera selesai, maka inflasi global akan berpotensi meningkat 2,5 persen, dan pertumbuhan ekonomi dapat berkontraksi hingga minus 1,08 persen dari proyeksi sebelumnya," ungkap dia.
Pada jalur finansial, ia memproyeksikan dampak yang relatif terbatas karena nilai tukar rupiah tetap stabil di level Rp14.300 per USD. Namun Indonesia juga berpotensi diuntungkan jika The Fed memperlambat penyesuaian suku bunga dalam pengambilan kebijakannya.
Sementara di jalur komoditas dan perdagangan, kenaikan harga energi dan komoditas global berpotensi meningkatkan pendapatan ekspor.
"Namun dalam jangka menengah dan panjang, inflasi global akan memperlambat laju pemulihan, meningkatkan inflasi domestik khususnya pangan dan energi, pupuk serta input produksi yang menyebabkan kelangkaan dan juga berdampak pada fiskal sustainability," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News