Luhut pun menyampaikan capaian-capaian tersebut, saat memberikan kuliah umum bagi siswa Sekolah Staf dan Komandan Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung, Jawa Barat, dilansir Antara, Jumat, 19 November 2021.
Indikator aktivitas manufaktur Purchasing Managers Index (PMI)
PMI Manufaktur Indonesia mencetak rekor pada Oktober 2021. Serta merupakan salah satu yang terbaik di negara ASEAN. PMI Manufaktur Indonesia pada Maret dan April 2020 sempat mengalami penurunan yang sangat signifikan pada angka 27,5."Berbeda halnya pada saat PPKM diberlakukan awal Juli 2021 lalu, terjadi sedikit penurunan namun langsung mengalami peningkatan yang signifikan pada Oktober mencapai 57,2," ujar Luhut.
Indeks keyakinan konsumen Bank Indonesia
Menurut Luhut, indeks keyakinan konsumen dari Bank Indonesia (BI) sempat turun ke tingkat pesimistis karena penerapan PPKM. Namun sekarang telah kembali pada tingkat optimistis hanya dalam waktu tiga bulan.Saat ini Indeks Keyakinan Konsumen Oktober 2021 berada pada tingkat tertinggi di masa pandemi, yakni mencapai 113,4 dengan skala nilai optimistis lebih dari 100.
Pascapandemi, lanjut Luhut, Indonesia dihadapkan pada tantangan ekonomi yang lebih besar. Dibutuhkan pertumbuhan ekonomi hingga enam persen untuk dapat mencapai visi Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi sebelum 2045.
Maka, untuk mencapai sasaran tersebut, Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan model ekonomi masa lalu, yang hanya mengandalkan ekspor komoditas. Indonesia harus bergerak menjadi negara industri, salah satunya dengan upaya hilirisasi sumber daya alam.
Hilirisasi minerba
Indonesia, ujar Luhut, memiliki cadangan sumber daya alam yang besar untuk kebutuhan energi bersih, misalnya, nikel, bauksit, tembaga, dan timah yang permintaannya akan meningkat seiring dengan komitmen banyak negara untuk mengatasi perubahan iklim.Melalui hilirisasi nikel, Indonesia menjadi bagian dari rantai pasokan baterai di dunia untuk mewujudkan visi penurunan emisi pada 2030 melalui penggunaan kendaraan listrik (electric vechicle/EV) atau kendaraan listrik.
"Hilirisasi sumber daya alam dapat mengurangi defisit transaksi berjalan Indonesia," tegas Luhut.
Sebagai dampak dari hilirisasi sumber daya alam, ekspor besi dan baja Indonesia yang pada 2014 baru sebesar USD1,1 miliar pun kini meningkat pesat. Sepanjang Januari-Oktober 2021, ekspor besi dan baja telah mencapai lebih dari USD16 miliar.
"Jika ekspor tetap bertumbuh seperti sekarang, total ekspor besi dan baja sepanjang 2021 bisa mencapai USD20 miliar," ujarnya.
Tidak hanya itu, pertumbuhan ekonomi di daerah yang melakukan hilirisasi sumber daya alam pun akan mampu meningkat tinggi. Pada triwulan III 2021, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah dan Maluku Utara mampu mencapai masing-masing sebesar 10,2 persen dan 10,4 persen, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,5 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News