Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementan Hendratmojo Bagus Hudoro meminta revisi PP 109 ditunda karena akan menyulitkan petani yang bergantung pada Industri Hasil Tembakau (IHT). Menurutnya, selama ini IHT telah menjadi tumpuan para petani tembakau.
"Revisi PP 109 lebih baik di-pending terlebih dahulu. Hal ini memberatkan IHT yang berakibat kepada petani dan buruh tani tembakau yang sampai saat ini menghidupi lebih dari satu juta keluarga," kata Hendratmojo kepada wartawan di Jakarta, Senin, 21 Juni 2021.
Ia menjelaskan, banyaknya keluarga yang bergantung pada IHT akan berdampak kepada perekonomian nasional. Padahal sepanjang tahun lalu, kinerja IHT sudah turun hingga 9,7 persen akibat kenaikan cukai, dampak pandemi, serta regulasi yang terus menekan.
Menurut data Kementan, sebanyak 1,7 petani dan buruh tani tembakau menggantungkan mata pencahariannya sebagai petani tembakau. Sementara untuk komoditas cengkeh, sebesar 95 persen diserap oleh IHT untuk produk rokok kretek, sehingga dikhawatirkan akan terpengaruh.
Wacana revisi PP 109/2012 ini dinilai tidak memandang dan memposisikan keberlanjutan IHT sebagai sektor padat karya yang memiliki efek ganda bagi perekonomian. Tekanan untuk merevisi PP ini juga dinilai tidak sejalan dengan fokus pemerintah untuk pemulihan ekonomi.
"Revisi PP 109 perlu dikaji terlebih dahulu karena berdampak kepada berbagai bidang salah satunya perekonomian nasional dimana pemerintah saat ini sedang melaksanakan program pemulihan ekonomi sampai 2023," ungkap Hendratmojo.
Terpisah, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Atong Soekirman punya pendapat serupa. Ia mengungkapkan pemerintah saat ini tengah fokus memulihkan ekonomi nasional dari dampak pandemi covid-19.
"Jadi tidak perlu revisi PP109/2012 ini dilanjutkan, karena industri kita, khususnya IHT yang padat karya banyak menggunakan tenaga kerja. Jika industri ini tertekan akan berpengaruh secara langsung bagi para tenaga kerja yang terhubung dengannya," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News