"Jadi misal nilai tahun depan seluruh perizinan bebas biaya tapi produksi penangkapannya ada yang masuk ke negara," ujarnya dikutip dari Mediaindonesia.com, Rabu, 30 Desember 2020.
Trenggono menilai PNBP dari bidang perikanan tangkap yang hanya Rp596,92 miliar selama periode 1 Januari-29 Desember 2020 tidak sebanding dengan estimasi tangkapan ikan yang mencapai 7,7 juta ton. Karenanya, dia meminta jajarannya untuk menghitung ulang potensi PNBP yang bisa dimaksimalkan untuk pemasukan negara.
"Saya ingin benefitnya bukan dari perizinan tapi PNBP. Produksi 7,7 ton (2020) itu berapa rupiah? Dihitung. Tidak masalah masuk ke pusat atau daerah. Dipecah yang nasional berapa daerah berapa," pintanya.
Selain itu, ia meminta adanya perbaikan dashboard informasi untuk nelayan. Termasuk dibuat aplikasi pusat informasi pelabuhan perikanan yang memuat info seputar ketersediaan bahan bakar, harga ikan serta lokasi pelabuhan pendaratan terdekat bagi nelayan.
"Ada potensi laut kita yang belum diambil. Semua pihak harus menyadari yang diambil milik negara. Ini filosofinya," tambah dia.
Trenggono pun menginstruksikan setiap potensi perputaran uang di masing-masing wilayah yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Pengelolaan Ruang Laut didata secara mendetail. Sebab, UPT bisa menjadi etalase yang memiliki visi pengamanan ekosistem dan pengelolaan ruang ekonomi.
Pengamanan tersebut dilakukan melalui regulasi yang dihasilkan oleh KKP. Terlebih, PNPB dari pengelolaan ruang laut hanya sebesar Rp9,4 miliar selama periode 1 Januari-29 Desember 2020.
"Harus ada kriteria bisnis prosesnya. Secara penjagaan lingkungan, ada di kita atau kita yang nasional saja. Kedua kawasan itu bisnisnya apa dan nilainya berapa?" pungkas Trenggono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id