Jakarta: Keberadaan neraca komoditas yang nantinya akan menjadi dasar pemenuhan bahan baku bagi industri di Indonesia perlu dilakukan evaluasi secara berkala. Evaluasi ini diperlukan untuk memastikan data yang valid jika terdapat temuan-temuan baru di lapangan.
Ketua Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi (FLAIFGR) Dwiatmoko Setiono mengatakan, sesungguhnya rencana pembentukan neraca komoditas bagus. Namun, satu hal yang penting dan perlu menjadi perhatian adalah keberadaan data bahan baku yang valid.
"Sebelum membuat neraca, kita harus tentukan stok awal berapa dan stok akhir berapa. Seluruh pemangku kepentingan seperti kementerian/lembaga, termasuk pelaku usaha harus menyepakati data awal," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 20 April 2021.
Ia menambahkan, saat ini Indonesia masih dihadapkan kepada data-data yang tidak valid. Data yang tercatat di atas kertas seringkali berbeda dengan fakta di lapangan. Hal lain yang tak kalah penting adalah kesepahaman mengenai metode pengumpulan dan analisis agar tercipta kesatuan data.
"Oleh karenanya, kejujuran seluruh pemangku kepentingan menjadi krusial dalam menyusun neraca komoditas yang kredibel dan akurat. Bisa saja data dalam neraca komoditas dibuat-buat untuk kepentingan beberapa pihak,” ungkapnya.
Ia mencontohkan, sejak 2010 industri tidak boleh melakukan impor gula mentah/kasar (raw sugar) akibat kebijakan pembatasan importasi. Secara konsep, kebijakan ini memang cukup bagus, kendati di lapangan justru merangsang pelaku usaha untuk berbuat curang.
"Indonesia sendiri pernah menjadi negara pengekspor gula terbesar kedua di dunia. Sayangnya, di tengah kebutuhan gula yang meningkat setiap tahunnya, kita tidak mampu mengatasi permasalahan kesejahteraan petani dan mendorong teknologi untuk produksi. Berbagai pengetatan impor tersebut juga turut membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia," jelasnya.
Dwiatmoko menegaskan, jika ingin meningkatkan kuantitas dan kualitas gula di dalam negeri maka ada beberapa hal yang harus dilakukan. Misal peningkatan produktivitas (yield) perkebunan tebu dan bibit bagi petani serta pembaharuan mesin dan teknologi di pabrik gula sehingga bisa menekan impor gula.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Atong Soekirman sebelumnya mengatakan, penyusunan neraca komoditas sebagai amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian harus mampu memberikan jaminan kepastian usaha.
Menurut dia, data ini juga harus disusun secara transparan, akuntabel, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dunia usaha. Nantinya, neraca komoditas sangat terkait dengan keputusan impor bahan baku dan bahan penolong industri. Apalagi PP 28/2021 ini merupakan salah satu turunan Undang Undang Cipta Kerja.
"Selama ini penetapan impor bahan baku dan bahan penolong industri diambil berdasarkan rekomendasi dari kementerian teknis. Saat menyusun neraca komoditas, kementerian/lembaga menyediakan data terkait kebutuhan ekspor impor, serta data pendukung pada sistem elektronik yang terintegrasi," kata Atong.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id