Ilustrasi ketersediaan air bersih - - Foto: dok Antara
Ilustrasi ketersediaan air bersih - - Foto: dok Antara

Menteri PUPR Beberkan Tiga Masalah Penyediaan Air Bersih di Indonesia

Husen Miftahudin • 11 Februari 2021 16:08
Jakarta: Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebutkan ada tiga permasalahan penyediaan air bersih di Indonesia. Salah satunya manajemen untuk air bersih tentang air baku.
 
Secara hidrologis, jelasnya, jumlah air itu tetap. Jika ada yang kelebihan atau kekurangan air, hal itu disebabkan oleh manajemen pengelolaan air yang tidak benar. Pun demikian dengan kualitas air yang tidak baik atau jelek.

 
"Kalau sekarang ada kualitas yang enggak benar atau yang jelek, pasti juga manajemennya air itu yang perlu diperbaiki. Sekarang lihat, waduk-waduk pasti airnya cokelat, pasti di atas hulunya ada hal-hal yang dirusak atau berubah," ujar Basuki dalam webinar dengan tema Pola Konsumsi Air Bersih Masyarakat Selama Masa Pandemi Covid-19, Kamis, 11 Februari 2021.

Menurutnya, kesalahan pengelolaan air dan desain waduk yang kuno juga kerap menyebabkan banjir. Sebab, mayoritas waduk yang ada saat ini didesain dengan cakupan debit periode ulang (return period) 50 tahun (Q50). Padahal debit air saat ini menghasilkan tinggi maksimum seperti periode ulang 100 tahun (Q100).
 
Jumlah debit air tersebut dua kali lipat dari desain waduk, tutupannya lahannya pun berkurang. Hal ini mengakibatkan debit air limpasan (run off) bertambah, sehingga banyak sekali waduk yang meluap karena drainase yang tidak mencukupi.
 
"Saya kira ini yang harus kita perhatikan. Ini air baku, belum air baku yang menjadi hilang, danau menjadi mati. Air baku ini juga menjadi masalah dalam rangka kita penyediaan air bersih," ungkapnya.
 
Masalah penyediaan air bersih selanjutnya adalah unaccounted for water atau non-revenue water (air non-pendapatan) yang masih tinggi. Hal ini seringkali dijadikan alasan meskipun memang perbaikannya memerlukan biaya yang cukup besar.
 
Tingginya air non-pendapatan bisa terjadi secara teknikal maupun administrasi. Terkait ini, Basuki pernah menemukan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kuitansi pembayaran airnya hanya 60, padahal jumlah pipa airnya ada 100.
 
"Nah itu unaccounted for water-nya 40 persen. Itu bisa bocor secara teknis atau bocor secara administrasi karena ada perusahaan dalam perusahaan misalnya. Nah unaccounted for water ini masih tinggi," urai Basuki.
 
Permasalahan ketiga terkait tarif air. Dia bilang kebutuhan air setiap daerah berbeda-beda, sehingga tarif penyedian airnya pun berbeda. Setiap daerah bisa menyesuaikan dengan koefisien yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat Upah Minimum Regional (UMR) dan lainnya untuk menentukan harga air.
 
"Daerah-daerah bisa menyesuaikan dengan koefisien yang berbeda-beda sesuai dengan kemahalan, tingkat UMR, dan lain-lain. Sehingga, (tarif air) Jakarta pasti berbeda dengan Cianjur," pungkas Basuki.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan