"Mogok nasional ini akan diikuti sekitar dua juta buruh. Aksi itu digelar pada 6-8 Oktober 2020. Dasar hukum mogok nasional adalah UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik," ungkap Iqbal dalam keterangan resminya, dikutip dari Media Indonesia, Senin, 5 Oktober 2020.
Jutaan buruh tersebut berasal dari 32 federasi serikat yang menyatakan menolak Omnibus Law. Selain aksi mogok nasional, buruh juga akan mengambil tindakan strategis lainnya sepanjang waktu sesuai mekanisme konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku.
"Buruh tidak akan pernah berhenti melawan sepanjang masa penolakan RUU Cipta Kerja yang merugikan buruh dan rakyat kecil," jelasnya.
Seperti diketahui, pada Sabtu, 3 Oktober 2020 malam, pemerintah bersama Panja Baleg DPR sepakat RUU Ciptaker dibawa dalam pengambilan keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna untuk disetujui menjadi UU.
Iqbal menegaskan ada beberapa isu yang tidak disetujui buruh Indonesia atas hasil kesepakatan RUU Cipta Kerja tersebut. Pertama, buruh menolak keras kesepakatan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dihapus.
Menurut Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan harus tetap ada. Ia membantah jika UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya. Karena kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.
"Tidak adil, jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara," lanjutnya.
Penolakan isi RUU Ciptaker lain ialah buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Dengan 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Said Iqbal mempertanyakan, dari mana BPJS mendapat sumber dananya.
"Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal. Karena tanpa membayar iuran tapi BPJS membayar pesangon buruh enam bulan," ungkapnya.
Isu lain yang ditolak buruh, imbuh Iqbal, ialah soal outsourcing. Pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Ia menyebut outsourcing dibatasi hanya untuk lima jenis pekerjaan.
"Buruh menolak outsourcing seumur hidup. Karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup menjadi masalah serius bagi buruh," pungkas Iqbal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News