Penyitaan dilakukan lantaran komoditas tersebut termasuk ikan dilindungi dan tercantum dalam Appendix II The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) atau nyaris punah.
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina memaparkan kronologi pengiriman ikan beku tersebut.
Dimulai pada Minggu, 21 Maret 2021, sekira pukul 09.15 WIB, petugas BKIPM Jakarta II menerima informasi adanya pengiriman ikan hiu tanpa dokumen dari Natuna, Kepulauan Riau.
"Komoditas ini dikirim melalui angkutan kapal laut dan diperkirakan kapal sandar di Pelabuhan Tanjung Priok pada Minggu pukul 19.00 WIB," kata Rina dalam keterangan resmi, Jum'at, 26 Maret 2021.
Rina mengatakan, kapal tersebut ternyata baru sandar Senin, sekitar pukul 15.15 WIB di Pelabuhan Tanjung Priok. Berdasarkan manifest muatan kapal, terdapat data muatan berupa ikan hiu beku.
Petugas pun langsung melakukan verifikasi dokumen dan menemukan sertifikat kesehatan ikan dan mutu hasil perikanan domestik nomor: P 8/KI -D2/25 2/3/2021/000171. Sertifikat ini dikeluarkan oleh BKIPM Tanjungpinang Wilayah Kerja Natuna tertanggal 15 Maret 2021 dengan jenis komoditas ikan hiu cucut 1.000 kg dan ikan jahan sebanyak 9.000 kg.
Pada pemeriksaan lanjutan oleh tim Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (PSPL) Serang terhadap isi kontainer secara keseluruhan, ditemukan dari 4.167,59 kg, teridentifikasi empat jenis hiu dengan berat 374,15 kg yang termasuk dalam Appendix II CITES atau peredarannya diatur dengan kuota. Komoditas tersebut di antaranya lima ekor Hiu Sutra (23,6 kg), 29 ekor Hiu Martil (177,1 kg), Pari Kikir tiga ekor (78,90 kg), dan Pari Liong Bun enam kor (94,55 kg).
"Namun setelah kita dalami ternyata komoditas ini tidak disertai dokumen dari PSPL setempat," ujar Rina.
Atas temuan ini, petugas BKIPM Jakarta II langsung melakukan penyegelan dan menahan kontainer pengangkut ke Muara Angke, serta diberikan kesempatan tiga hari untuk melengkapi dokumen.
Selain ditemukan empat jenis Hiu dan Pari yang termasuk dalam Appendix II CITES, juga ditemukan Ikan Pari yang diduga jenis Ikan Pari Sungai Raksasa, statusnya termasuk jenis biota yang dilindungi. Namun kepastian jenis masih menunggu konfirmasi hasil uji tes DNA.
Terdapat tiga status ikan Hiu atau Pari. Pertama dilindungi, jika aparat menemukan komoditas ini dilalulintaskan, maka akan dilakukan uji DNA. Kedua, Appendix II CITES, peredarannya harus berdasarkan kuota yang ditetapkan pemerintah. Terakhir, Look alike species atau tidak dilindungi, maka harus menyertakan dokumen karantina jika hendak dilalulintaskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News