Ilustrasi Medcom.id.
Ilustrasi Medcom.id.

Produktivitas IHT Tergerus Karena Kenaikan Cukai, Penerimaan Negara Anjlok

Eko Nordiansyah • 11 Juni 2024 10:05
Jakarta: Industri Hasil Tembakau (IHT) tengah tertekan akibat kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) double digit yang telah berlangsung selama beberapa tahun belakangan. Kondisi ini dinilai turut memberikan efek berganda seperti anjloknya penerimaan negara hingga ancaman pemutusan hubungan kerja bagi pekerja. 
 
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachjudi, mengatakan kenaikan cukai rokok yang tinggi telah menekan produktivitas industri rokok nasional. Di tahun 2019, produksi rokok tercatat 357 miliar batang dan di tahun 2023 tercatat turun ke 318 miliar batang. 
 
“Produksi rokok putih turun dari 15 miliar batang sekarang sudah tinggal kurang dari 10 miliar batang. Secara nasional, IHT mengalami penurunan jumlah produksi dari 350 miliar batang (sebelum pandemi Covid-19) menjadi di bawah 300 miliar batang setelah pandemi,” ujarnya kepada media dilansir, Selasa, 11 Juni 2024.

Benny menyebut, kondisi penurunan produksi ini juga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara dari CHT.  Realisasi penerimaan negara dari CHT pada 2023 tercatat sebesar Rp213,48 triliun atau hanya 97,78 persen dari target. Padahal, penerimaan cukai dari rokok selalu tercapai, bahkan melebihi target pada tahun-tahun sebelumnya.
 
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), realisasi penerimaan negara dari segmen cukai hingga April 2024, mengalami koreksi sekitar 0,5 persen (yoy) menjadi Rp74,2 triliun. Buruknya, pencapaian ini dipicu oleh merosotnya penerimaan CHT yang berkontribusi 96 persen dari keseluruhan penerimaan cukai.
 
“Melemahnya produksi rokok maupun penerimaan negara tidak diikuti oleh penurunan jumlah rokok di tanah air. Sebab, konsumen justru beralih ke rokok dengan harga yang lebih murah. Parahnya lagi banyak konsumen yang beralih ke rokok ilegal yang semakin menjamur,” ungkapnya.
 
Baca juga: Pemerintah Didorong Tegas Larang Produk Tembakau Alternatif untuk Anak-anak

Dampak berganda

Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono menyampaikan, cukai rokok yang tinggi memiliki dampak berganda (multiplier effect) pada penghidupan masyarakat luas, seperti UMKM yang berhubungan dengan rokok.
 
“Misalnya Warteg, Warkop, dan sebagainya itu sangat bergantung kepada penjualan rokok. Jadi, (kalau harga rokok mahal) mereka akan tergerus (pendapatannya) karena menurunnya kemampuan membeli rokok,” imbuhnya.
 
Menurut Bambang, tingginya tarif CHT juga akan mengancam kestabilan pabrik-pabrik rokok di Indonesia. Jika dibiarkan, ia mengkhawatirkan nasib karyawan di IHT yang berjumlah hingga 5,8 juta jiwa. Ujungnya akan berdampak pula bagi lingkungan yang lebih luas, termasuk para petani tembakau.
 
Untuk itu, Bambang berharap agar cukai rokok tidak lagi mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun depan. Menurutnya, kenaikan double digit yang selama ini diterapkan tidak relevan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2025 yang masih di bawah 10 persen. 
 
“Ini dampaknya banyak, apalagi pertumbuhan ekonomi saja masih di lima persenan, sementara cukai (rokok) naik di atas 10 persen terus.  Itu dampak inflasinya juga besar. Pemerintah harusnya ada rembukan dengan perwakilan dari masyarakat, misalnya asosiasi pengguna rokok, asosiasi pengusaha rokok,” ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan