"Kami meyakini industri makanan pengguna minyak goreng sawit tidak menggunakan minyak goreng sawit hasil DMO," tegas Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, dalam siaran persnya, dikutip Minggu, 13 Maret 2022.
Febri menjelaskan, pemenuhan kebutuhan minyak goreng sawit curah sebesar 1,62 juta ton untuk industri makanan pengguna bahan baku dan/atau bahan penolong minyak goreng sawit kecil kemungkinan menggunakan minyak goreng sawit curah hasil DMO.
"Karena biasanya (kebutuhan minyak goreng industri tersebut) disuplai oleh pabrik minyak goreng sawit milik grupnya dengan harga pasar atau membeli dari pabrik minyak goreng sawit dengan mekanisme Business to Business (B2B)," terang dia.
Saat ini terdapat 168 jenis produk hilir minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang telah mampu diproduksi oleh industri di dalam dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka/nutrisi, bahan kimia/oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel FAME. Sementara pada 2011, hanya ada 54 jenis produk hilir CPO.
Adapun realisasi produksi minyak goreng sawit pada 2021 mencapai 20,22 juta ton digunakan untuk memenuhi dalam negeri sebesar 5,07 juta ton (25,07 persen) dan sisanya sebesar 15,55 juta ton (74,93 persen) untuk tujuan ekspor.
"Dengan angka produksi demikian, kemampuan pasok industri minyak goreng sawit jauh di atas kebutuhan dalam negeri dan menciptakan penerimaan devisa negara yang sangat besar," papar Febri.
Berdasarkan data Kemenperin, kebutuhan minyak goreng sawit nasional pada 2021 sebesar 5,07 juta ton. Jumlah tersebut terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 1,62 juta ton (32 persen), curah rumah tangga 2,12 juta ton (42 persen), kemasan sederhana 0,21 juta ton (empat persen), dan kemasan premium 1,11 juta ton (22 persen).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News