"Secara total aset dari seluruh koperasi eksisting sebesar Rp250,98 triliun dan volume usaha sebesar Rp182,35 triliun,” ungkap dia, dilansir dari Antara, Selasa, 12 Juli 2022.
Pihaknya berupaya mengembangkan koperasi modern dengan memberikan fasilitasi penguatan, di antaranya fasilitasi tenaga pendamping, akses pembiayaan dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB-KUMKM) dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), kemitraan, offtaker/supplier, serta teknologi dan inovasi yang relevan.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah turut mendorong koperasi untuk akses permodalan dan pembiayaan dari berbagai sumber alternatif perbankan maupun non-perbankan. Dorongan tersebut berupa pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) kluster oleh perbankan bagi anggota koperasi dengan bunga kompetitif.
Baca: Sri Mulyani Gelontorkan Rp25,4 Triliun untuk Transformasi Pemerintahan |
Selain itu, akses pembiayaan LPDB-KUMKM dengan mandat penyaluran 100 persen kepada koperasi agar memiliki likuiditas yang cukup, guna berproduksi dan melakukan pembiayaan ke anggota. “Koperasi sebagai agregator dan akselerator ekonomi anggota berpotensi menghadirkan banyak kemanfaatan,” ucap Teten Masduki.
Namun, kata Teten, koperasi memiliki sejumlah tantangan, antara lain perkembangan bisnis yang berjalan lambat sementara korporasi berjalan cepat dan masih minim partisipasi masyarakat menjadi anggota koperasi yakni sebesar 8,41 persen di bawah rata-rata dunia yang mencapai 16,31 persen.
Di sisi lain, lanjutnya, ada sejumlah koperasi bermasalah, mulai dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, KSP Sejahtera Bersama, KSP Indosurya Cipta, Koperasi Lima Garuda, KSP Pracico Inti Sejahtera, Koperasi Simpan Pinjam Pembiayan Syariah (KSPPS) Pracico Inti Utama, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, dan KSP Timur Pratama Indonesia.
"Koperasi bermasalah berdampak pada sulitnya para anggota mencairkan dananya, sebesar Rp26 triliun," pungkas Teten Masduki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News