"Dari sejumlah negara ini (populasi terbesar), satu-satunya negara yang belum memiliki PLTN adalah Indonesia. Indonesia belum memutuskan untuk memiliki PLTN atau tidak," kata Kepala Perwakilan Thorcon Internasional untuk Indonesia, Bob S Effendi beberapa waktu lalu di Jakarta.
Ia mengatakan tujuh negara dengan populasi terbesar lainnya sudah memiliki PLTN. Terdiri dari Tiongkok, India, Amerika Serikat, Brazil, Pakistan, Rusia dan Jepang.
"Sementara dua lainnya, seperti Nigeria sudah memutuskan akan memiliki PLTN. Kemudian Bangladesh dalam tahap pembangunan PLTN," ujar dia.
Bob mendorong pemerintah RI untuk mempercepat pembangunan PLTN. Ia teringat pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Policy Brief No 1 Tahun 2016 Hal 2 Kementerian PPN/Bappenas pada 12 Januari 2016.
Kala itu, Presiden Jokowi mengatakan jika sumber energi nuklir diperlukan, maka harus segera disiapkan. Jokowi tak ingin sumber energi ini disia-siakan.
"Harus diputuskan. Tapi harus dihitung secara jelas," ujar Jokowi yang ditirukan Bob.
Menurut Bob, PLTN saat ini sangat diperlukan untuk menciptakan listrik murah dan terjangkau. Ia mengklaim melalui PLTN berpotensi dapat menurunkan tarif dasar listrik (TDL).
Selama ini, listrik murah dan terjangkau bagi rakyat serta industri sekadar jargon dan keinginan musiman. Namun faktanya sulit diwujudkan.
Bob menegaskan pihaknya siap membangun PLTN dengan jenis Thorium atau populer disebut Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT). Pihaknya menjamin harga jual PLTT ini terjangkau.
Pihaknya menggandeng Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3tek-KEBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hal itu terkait kajian pengembangan dan impelementasi pembangkit listrik tenaga thorium di Indonesia.
"Hasilnya dapat disimpulkan bahwa Thorcon dapat menjual listrik dengan harga $0.069/kwh atau di bawah rata-rata BPP (biaya pokok produksi) listrik nasional sebesar $0.077/kwh," terang Bob.
Pula dari hasil kajian itu, tambah Bob, teknologi Thorcon dalam pembangunan PLTN jenis Thorium memberikan jaminan dari sisi aspek keamanan dan keselamatan. Hal itu di antaranya lantaran reaktor bertekanan rendah, sistem keselamatan full pasive-tidak butuh listrik (anti-Fukushima), dan sistem keselamatan fool's proof (anti-Chernobyl).
"Selain itu sistem keamanan beroperasi setiap saat, margin to failure lebar > 700 derajat C (beroperasi pada temperature 700 derajat C dengan titik didih mencapai 1450 derajat C) grace period > 200 hari dan tidak ada cascading effect yang dapat breach multiple barrier," beber Bob.
Sebelumnya Bambang Brodjonegoro saat masih menjabat Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai Indonesia pasti akan menggunakan PLTN. Hal itu karena Indonesia sedang mengembangkan banyak industri yang memerlukan konsumsi listrik dalam daya tinggi, termasuk smelter yang digunakan industri untuk memurnikan logam.
"Di sinilah energi nuklir bisa masuk, menjawab kebutuhan listriknya dan biaya ekonomisnya,” kata Bambang seperti dilansir Media Indonesia pada Rabu 13 November 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News