Melansir dokumen tersebut, Indofarma dan anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM) terlibat aktivitas yang berindikasi fraud seperti jual beli fiktif, penempatan dan pegadaian deposito, pinjaman online, hingga mempersolek laporan keuangan.
Atas kasus tersebut, BPK berkoordinasi dengan pemegang saham dan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan PT Indofarma Tbk dan anak perusahaan kepada aparat penegak hukum.
Baca juga: Wamen BUMN: Pembayaran Gaji Karyawan Indofarma Tunggu Proses PKPU |
Apa saja kebobrokan Indofarma dan anak usahanya?
Dijelaskan dalam IHPS II 2023, PT Indofarma Tbk dan PT IGM aktivitas yang berindikasi fraud/kerugian antara lain:- Melakukan transaksi jual-beli fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG).
- Menempatkan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara.
- Menggadaikan deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, melakukan kerja sama pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer.
- Melakukan pinjaman online (fintech).
- Menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan.
- Mengeluarkan dana tanpa underlying transaction.
- Menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi,
- Melakukan pembayaran kartu kredit/operasional pribadi.
- Melakukan windows dressing laporan keuangan perusahaan.
- Membayar asuransi purnajabatan dengan jumlah melebihi ketentuan.
Baca juga: BPK Berhasil Selamatkan Uang dan Aset Negara Rp136,88 Triliun selama 2005-2023 |
Dalam dokumen itu juga merinci mengenai aktivitas pengadaan alat kesehatan PT Indofarma Tbk dan PT IGM. Beberapa alat kesehatan yang dibeli tanpa studi kelayakan dan melakukan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer antara lain pengadaan serta penjualan teleCTG, masker, PCR, rapid test (panbio), dan isolation transportation.
Atas aktivitas itu mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp16,35 miliar serta potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp23,64 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News