Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.
Ilustrasi. Foto: MI/Panca Syurkani.

Aturan Lama Masih Relevan, Ketentuan Tembakau di RUU Kesehatan Buat Apa?

Eko Nordiansyah • 19 Mei 2023 13:15
Jakarta: Komunitas Kretek menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini disusun secara omnibus law tidak transparan, manipulatif, penuh kepentingan, tidak mendesak, dan memiliki potensi bahaya yang besar. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya penolakan dan kritik yang dilayangkan berbagai pihak.
 
Juru Bicara Komunitas Kretek Siti Fatona menyebutkan, penyertaan pasal 154 pada RUU Kesehatan yang menyetarakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika sebagai zat adiktif adalah salah satu contohnya. 
 
“Undang-Undang lama masih relevan dan tidak ada urgensi dibuatnya aturan omnibus law. Aturan soal tembakau di Undang-Undang yang lama serta beragam aturan lainnya, sudah sangat komprehensif dan tidak perlu ditambah-tambahkan secara sewenang-wenang,” katanya, Jumat, 19 Mei 2023.

Lebih lanjut, Siti juga menilai bahwa penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam aturan ini juga mengada-ada dengan tujuan utama mengendalikan tembakau belaka. Sebagai informasi, pasal 154 yang terdapat dalam RUU Kesehatan merupakan perubahan dari Pasal 113 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang membahas terkait Pengamanan Zat Adiktif.
 
Dalam pasal 113 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud sebagai zat adiktif adalah tembakau dan produk tembakau. Sementara, narkotika dan psikotropika diatur dalam undang-undang berbeda yang tidak termasuk dalam UU Kesehatan yang masih berlaku.
 
Namun, dalam RUU Kesehatan yang tengah menjadi pembahasan, barang yang diklasifikasikan sebagai zat adiktif bertambah menjadi tembakau, minuman beralkohol, narkotika, psikotropika dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya. Hal inilah yang membuat berbagai kalangan menilai pasal zat adiktif dalam RUU Kesehatan melampaui batas. 
 
Baca juga: Waduh! Cakupan Soal RUU Kesehatan Tumpang Tindih dengan Aturan Lain

 
Berbagai pihak melayangkan kritik dan menentang pemasukan atau penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika sebagai bagian dari zat adiktif dalam pasal 154 RUU Kesehatan ini dengan berbagai alasan. 
 
Salah satunya adalah perbedaan legalitas antara tembakau dengan narkotika dan psikotropika, di mana tembakau dan produk turunannya merupakan barang yang legal secara hukum sementara narkotika dan psikotropika tergolong ilegal.
 
Penyetaraan yang terjadi dalam RUU ini dikhawatirkan akan membuka celah delegitimasi tembakau sebagai produk legal yang berujung kriminalisasi petani dan seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasok tembakau serta produk turunannya. 
 
Hal ini, salah satunya juga disampaikan oleh Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana. “Dampaknya terhadap industri hasil tembakau ini pasti mati, orang akan dilarang dan ditangkap polisi, Pemerintah harus bijak dalam membuat aturan,” ujarnya.
 
Selain pasal 154, Siti juga menyoroti sejumlah pasal lain yang berpotensi berbahaya dalam RUU Kesehatan. Pasal tersebut antara lain, Pasal 156 yang mengatur terkait standarisasi kemasan bagi produk tembakau, khususnya akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Kesehatan.
 
“Dalam draf dan daftar inventarisasi masalah yang tersebar, terlihat Kementerian Kesehatan ingin jadi penguasa tunggal isu tembakau di Indonesia karena itu mereka memasukkan ayat yang inkonstitusional, yakni membuat perihal teknis ke dalam  undang-undang,” ujarnya.
 
Siti pun mewanti-wanti bahwa pelolosan RUU ini akan memberikan citra diktator otoriter dan kesewenang-wenangan pada pemerintah dalam hal pengaturan kebijakan kesehatan.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan