Pertanyaan yang paling mengemuka adalah soal sistem social commerce yang dalam hal ini TikTok Shop yang kembali hadir dan bereformasi menjadi Shop Tokopedia, dengan tampilan interface pengguna menunjukkan merek Tokopedia dan proses pembayaran oleh Tokopedia yang pada esensinya tetap berada dalam aplikasi (sistem elektronik) TikTok.
Advokat Hukum Bisnis Arian Majesta menyampaikan, pada Pasal 21 Permendag 31/2023, terdapat pembatasan aktivitas bagi social commerce, di antaranya dilarang bertindak sebagai produsen dan dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya.
"Frasa pembatasan terhadap fasilitasi transaksi pembayaran pada 'sistem elektroniknya' ini tentu menimbulkan pertanyaan yang sangat mendasar. Apakah bermakna setiap transaksi yang terjadi harus diproses pada sistem elektronik yang terpisah di luar sistem elektronik social commerce atau dapat bekerja sama dengan sistem elektronik lain (Tokopedia) untuk kemudian diintegrasikan pada sistem elektronik pelaku social commerce yaitu TikTok?" tanya Arian, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu, 13 April 2024.
Jika merujuk pada pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan sebagaimana disebutkan sebelumnya yang menyatakan social commerce adalah sebagai wadah promosi, menurut Arian, maka sebenarnya semangat dari Permendag 31/2023 ini menginginkan setiap transaksi yang dilakukan pada platform social commerce harus tetap dilaksanakan pada sistem elektronik yang terpisah.
Namun, sambung dia, saat ini terlihat yang coba dilakukan oleh TikTok dan Tokopedia merupakan aktivitas integrasi sistem. Dalam hal ini, dapat dipahami integrasi ini ingin menunjukkan meski terjadi transaksi di dalam sistem elektronik (aplikasi) TikTok, tetapi yang melakukan proses terhadap transaksi tersebut adalah sistem elektronik milik Tokopedia.
"Secara sederhana, kesan yang ingin dibangun adalah terdapat aplikasi e-commerce yang berbeda di dalam aplikasi media sosial milik TikTok. Aktivitas semacam ini tidak diatur di dalam Permendag 31/2023," jelas Arian.
"Sehingga sejatinya masih terdapat pelanggaran karena seharusnya di dalam sistem elektronik TikTok tersebut sama sekali tidak boleh terjadi transaksi, sebagaimana dengan jelas diatur dalam Pasal 21 ayat (3) Permendag 31, yakni PPMSE dengan model bisnis social commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya," tegas dia.
Meski TikTok dapat berdalih 'sistem elektronik' yang melakukan transaksi adalah sistem elektronik Tokopedia, tutur Arian, namun argumen ini dapat terbantahkan karena pada esensinya sistem elektronik Tokopedia tersebut masih berada di dalam sistem elektronik TikTok.
Baca juga: Transisi Rampung, TikTok-Tokopedia Kantongi TDPSE |
Perlu regulasi baru untuk mengakomodasi
Arian mengaku tak dapat memungkiri jika kehadiran TikTok Shop sebelumnya sangat memberikan manfaat bagi pedagang-pedagang di Indonesia untuk memperjual belikan produknya. Namun, sangat disayangkan apabila sampai suatu aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan tidak memiliki payung hukum atau justru melanggar norma-norma hukum yang berlaku di Republik Indonesia.
Jika memang aktivitas yang dilakukan oleh TikTok lewat Shop Tokopedia ini dianggap memberikan dampak luas dan bermanfaat, maka Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus memberikan juga regulasi yang jelas untuk dipatuhi.
"Bukan hanya untuk kepentingan suatu perusahaan menjalankan usahanya, tapi juga sebagai bentuk perlindungan konsumen yang termasuk juga pelindungan data pribadi. Artinya, suatu integrasi sistem yang dilakukan oleh TikTok dan Tokopedia ini harus memiliki suatu standar yang jelas," tutur dia.
Jika merujuk pada penyelenggaraan aktivitas sistem pembayaran, bahkan Bank Indonesia sudah memiliki Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) di mana terdapat aktivitas-aktivitas integrasi Application Programming Interface (API) tertentu yang wajib diikuti oleh penyedia jasa pembayaran (PJP) dan non-PJP dalam hal terjadi suatu integrasi API.
Oleh karena itu, sambung Arian, Kemendag sebaiknya menerbitkan suatu peraturan atau melakukan amandemen terhadap Permendag 31/2023 dalam hal memang aktivitas yang dilakukan oleh TikTok melalui Shop Tokopedia tersebut dipandang perlu untuk mengakomodir kemajuan teknologi dan kesejahteraan pada pedagang.
"Jangan sampai, praktik yang dilakukan oleh social commerce lainnya di Indonesia di kemudian hari menjadi tidak sesuai bahkan melanggar regulasi yang ada," tutur Arian mengingatkan.
Adapun, hal-hal yang perlu diterangkan secara lebih rinci adalah apakah kerja sama social commerce dalam bentuk integrasi sistem tersebut tidak melanggar Pasal 21.
"Dan jika memang diperbolehkan, bagaimana standarisasi integrasi tersebut harus dilakukan agar tidak menimbulkan suatu kerugian (contoh: kebocoran data) bagi konsumen maupun pedagang dimasa yang akan datang," tutup Arian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News