Kebijakan tersebut merupakan upaya membangkitkan usaha pengolahan perikanan skala kecil di provinsi tersebut dan menggeser industri perikanan yang selama ini terpusat di Jawa, menjadi industri perikanan di masing-masing wilayah.
"Jadi nanti wilayah Maluku bisa menjadi industri perikanan yang maju," harap Trenggono dalam keterangannya, dikutip Jumat, 8 Oktober 2021.
Kebijakan penangkapan terukur yang diimplementasi pada awal 2022 ini, memiliki area penangkapan dengan tiga zona yakni zona fishing industry, zona nelayan lokal dan spawning and nursery ground. Kemudian penangkapan nantinya dibagi dalam tiga kategori kuota yaitu kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota pemancing hobi (rekreasi).
"Inilah yang saya serius lakukan, bagaimana kita meregulasi dan melaporkan, dan menjaga ya supaya illegal fishing supaya tidak ada lagi. Dan penangkapan terukur itu solusi dari IUU Fishing itu," terangnya.
Dia menambahkan, kebijakan penangkapan terukur juga untuk menjamin usaha perikanan berjalan berkesinambungan. Baik yang skala besar, maupun skala kecil. Sebab bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi dijanjikan lebih mudah didapat karena ikan-ikan hasil tangkapan tidak lagi didaratkan terpusat, melainkan di pelabuhan-pelabuhan di dekat area penangkapan.
"Ini saya lihat ada satu pabrik yang masih kecil karena kesulitan bahan baku. Banyak sekali kendala, rumpon yang tidak terkendali, dan sebagainya. Ini kita atur melalui kebijakan penangkapan terukur," tambah dia.
Menurut data Maluku Dalam Angka 2021 yang diterbitkan BPS, produksi perikanan budidaya daerah ini pada 2019 mencapai lebih dari 620 ribu ton. Perikanan budidaya laut menjadi penyumbang terbesar, disusul budidaya perikanan air payau dan tawar.
"Tadi saya di Tual, teluk yang luasnya tidak kurang 10 ribu hektare nantinya akan dikembangkan jadi budi daya rumput laut. Nah ini budi daya di wilayah Maluku, nantinya kepiting, kerapu, rumput laut, dan lobster," sebut Trenggono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News