Arsjad yang saat ini mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia periode 2021-2026 mengungkapkan bahwa industri keuangan syariah Indonesia berkembang pesat dan saat ini, dan berada di peringkat kedua setelah Malaysia.
"2019 kita berada di urutan keempat. Sekarang kita di urutan kedua setelah Malaysia. Saya yakin keuangan syariah memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi kita," ujar Arsjad dalam keterangan tertulis, Sabtu, 5 Juni 2021.
Arsjad menjelaskan, hingga Februari 2021, total aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp1.836 triliun. Angka tersebut meningkat dari posisi Desember 2020 sebesar Rp1.803 triliun.
Selain itu berdasarkan laporan Islamic Finance Development Indicators (IFDI) 2020 dari Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD) dan Revinitiv dari 135 negara, Indonesia termasuk top 5 countries berdasarkan nilai aset dengan USD3 miliar. RI di bawah Arab Saudi (USD17 miliar), Iran (USD14 miliar), Malaysia (USD10 miliar), dan hampir imbang dengan Uni Emirat Arab (USD3 miliar).
"Kemajuan ini mencerminkan besarnya peluang Indonesia untuk menjadi kekuatan industri keuangan syariah dunia. Apalagi, market share keuangan syariah kita masih di angka 9,96 persen. Kita terus dorong agar penetrasi industri jasa keuangan syariah terus meningkat," katanya.
Arsjad yang juga menjabat Ketua Dewan Penyantun Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) mengungkapkan, meningkatnya posisi Indonesia di peringkat global tidak terlepas dari dukungan pemerintah yang gencar melakukan riset, sosialisasi, dan edukasi keuangan syariah. Di sisi lain, lanjutnya, kesadaran masyarakat atas pentingnya industri syariah juga terus meningkat.
"Pemerintah sangat serius menggarap ekonomi dan keuangan syariah. Presiden Joko Widodo juga telah membentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Jadi, pemerintah fokus untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Ini sejalan dengan peta jalan ekonomi syariah," jelas dia.
Menurutnya sektor ekonomi syariah yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia, di antaranya industri perbankan syariah, lembaga keuangan nonbank, pasar modal, rumah sakit Islam, perhotelan, pariwisata, kuliner halal, dan fesyen.
Di sisi lain ia juga bersyukur, sebab di tengah merebaknya pandemi covid-19, sektor jasa keuangan syariah tumbuh pesat dengan pertumbuhan aset perbankan syariah pada 2020 sebesar 10,9 persen dibandingkan bank konvensional yang hanya tumbuh 7,7 persen.
"Peluang ekonomi dan keuangan syariah terbuka lebar. Pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia masih sangat besar karena yang digarap masih berkisar 6,1 persen. Saya yakin pangsanya akan terus meningkat," ujarnya optimistis.
Adapun per November 2020, dari 180 juta penduduk muslim di Indonesia, sekitar 30,27 juta jiwa di antaranya tercatat sebagai nasabah bank syariah. Belum maksimalnya jumlah nasabah bank syariah juga mengindikasikan potensi luasnya pasar perbankan syariah.
Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi dari sisi industri halal sebesar Rp6.546 triliun. Sementara aset bank syariah di Indonesia saat ini hanya sekitar Rp591 triliun.
"Artinya, masih banyak calon nasabah yang belum digarap. Jumlahnya mencapai 149 juta orang. Demikian halnya dengan potensi bisnis industri halal yang mencapai sebesar Rp5.645 triliun," tutup Arsjad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News