Garam Himalaya. Foto: Medcom.id.
Garam Himalaya. Foto: Medcom.id.

Garam Himalaya Sempat Dikira Produk Herbal

Ilham wibowo • 28 Juli 2020 08:14
Jakarta: Produk garam himalaya cukup banyak peminatnya untuk dikonsumsi sekaligus diperdagangkan di Indonesia. Garam berwarna merah muda ini pun diklaim memiliki manfaat yang bagus untuk kesehatan dibandingkan dengan garam lokal.
 
Sebelum ada upaya pemusnahan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), penjualan garam himalaya sudah lebih dulu muncul di toko online yang fokus menjual produk herbal. Garam himalaya dianggap serupa jamu yang punya khasiat menyembuhkan penyakit asam lambung dan membantu program diet.
 
"Mungkin saya masih kurang referensi, garam lokal ada yang tidak diputihkan, karena kebanyakan isu itu jadi saya memilih himalayan salt karena ada hubungannya ke tubuh," kata pelaku UMKM pedagang garam himalaya Syahrul Ramadhan kepada Medcom.id, Selasa, 28 Juli 2020.

Dari penelusuran Medcom.id, Senin, 27 Juli 2020, produk garam himalaya masih mudah ditemui di sejumlah toko daring dan platform e-commerce seperti Shopee, Blibli, Tokopedia, Bukalapak, dan Lazada dengan kata kunci pencarian garam pink. Produk impor tersebut dijual pelapak Indonesia mulai Rp50 ribu kemasan satu kilogram (kg) hingga Rp1,2 juta ukuran 25 kg belum termasuk ongkos kirim.
 
Syahrul mengakui dirinya kurang memahami terkait penjualan garam impor yang peruntukkannya khusus sebagai bahan baku penolong kelompok industri. Ia berpikir bahwa garam himalaya serupa produk herbal lainnya yang juga diimpor tanpa perlu label SNI wajib.
 
"Soalnya beberapa tahun ini saya juga pelajari bagaimana bahan-bahan makanan yang diolah dan masuk ke dalam tubuh saya khususnya, sehingga tertarik untuk jualan makanan sehat sekaligus konsumsi," tuturnya.
 
Meski diklaim efektif mengatasi sejumlah keluhan kesehatan, Syahrul tetap akan mematuhi larangan penjualan garam himalaya yang baru ia ketahui pada saat munculnya berita pemusnahan. Selain akan sulit mendapatkan barang, isu negatif garam himalaya juga dikhawatirkan berdampak pada penjualan produk herbal lainnya.
 
"Jujur saya baru tahu, karena setahu saya garam himalaya ini jauh lebih sehat dari garam putih yang umumnya," ungkapnya.
 
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia Jakfar Sodikin mengatakan bahwa garam himalaya serupa garam lokal yang bisa dikonsumsi sebagai penambah rasa makanan. Menurutnya, klaim garam himalaya mampu menyembuhkan beragam keluhan penyakit masih perlu dikaji ulang lantaran kandungan natrium klorida (NaCl) yang mendominasi antara 90-97 persen.
 
"Padahal untuk kebutuhan manusia, kategori garam yang baik dan menyehatkan itu adalah dengan banyak mengandung mineral baik. Contohnya kandungan NaCl cukup 80-94 persen dan tidak usah terlalu tinggi, karena kalau terlalu tinggi akan menyebabkan darah kita mengental sehingga kerja jantung lebih berat dan berakhir hipertensi," paparnya.
 
Garam buatan petani lokal juga punya keunggulan kandungan mineral bermanfaat untuk kesehatan manusia dengan takaran penggunaan yang tepat. Selain itu, harga garam lokal hingga saat ini masih terjangkau berkisar Rp8 ribu sampai Rp10 ribu per satu kg.
 
"Kandungan calsium (Ca) dan magnesium (Mg) yang tinggi ada di garam lokal sehingga kita tidak osteoporosis dan Mg tersebut akan membantu memperbaiki metabolisme tubuh. Juga mengandung kalium (Kcl) yang tinggi dan ini berguna untuk memperkuat pembuluh darah ke jantung," tambahnya.
 
Kemendag sebelumnya telah meminta penjualan garam himalaya dihentikan terutama produk yang ditujukan untuk konsumsi masyarakat di Indonesia. Garam berwarna merah muda ini belum mengantongi SNI wajib.
 
"Kalau garam itu dikonsumsi, harus diterapkan SNI wajib," kata Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Veri Anggrijono kepada Medcom.id, Jumat, 24 Juli 2020.
 
Menurut Veri, aturan SNI wajib merupakan wewenang Pemerintah untuk keperluan melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Tanpa adanya SNI wajib, produk yang diperdagangkan menjadi terlarang.
 
"Sebenarnya garam manapun boleh saja dijual di wilayah Indonesia tapi kan tetap harus melalui aturan," tuturnya.
 
Terlepas dari hasil uji laboratorium, lanjut dia, Pemerintah Indonesia hingga saat ini belum pernah mengeluarkan izin impor garam untuk konsumsi, termasuk garam himalaya yang didatangkan dari tambang garam di Pakistan. Peredaran garam konsumsi di Tanah Air pun sepenuhnya dipasok oleh petani garam lokal.
 
"Garam himalaya itu tidak mendapatkan izin edar," ungkapnya.
 
Veri menambahkan bahwa, penarikan garam himalaya dari seluruh toko ritel modern maupun toko online merupakan bentuk keberpihakan kepada produk lokal terutama UMKM garam. Sejauh ini, menurut literatur kesehatan kandungan garam himalaya dan garam lokal hanya memiliki perbedaan sedikit di tingkat kandungan NaCL dan beberapa mineral lain.
 
"Ini bagian perlindungan produk lokal, gimana kita bantu petani garam lokal kita kalau di pasar diganggu-ganggu produk seperti itu," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan