"Kondisi saat ini tidak seperti krisis keuangan global 2008, saya akan mengatakan itu sangat berbeda, karena pada 2008 krisis keuangan global dipicu oleh subprime mortgage di Amerika Serikat," kata Chatib dalam sebuah diskusi virtual, Senin, 13 April 2020.
Pada 2008, perekonomian di Tanah Air hanya terpukul di sisi ekspor lantaran permintaan di pasar global yang turun. Chatib menyebut penanganan kondisi itu pun relatif cukup mudah lantaran hanya perlu fokus memprioritaskan kebutuhan domestik. Hasilnya ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bertahan di level 4,6 persen.
"Jadi apa yang kami lakukan pada saat itu jika Anda ingat, kami memperkenalkan strategi dalam menjaga daya beli, pada dasarnya untuk memfokuskan permintaan domestik," ungkapnya.
Obat Pemerintah untuk penanganan krisis ekonomi covid-19 pun tak bisa ditangani dengan hanya menjaga daya beli masyarakat. Sebab, dengan banyaknya orang yang berada di rumah membuat semua sisi baik produksi, distribusi maupun permintaan ikut terganggu.
"Pasar ini membutuhkan orang secara fisik, karena social distancing dan lockdown orang tidak bisa pergi ke pabrik untuk mengisi permintaan dan penawaran," ucapnya.
Chatib menyarankan agar Pemerintah tidak menerapkan kebijakan lama untuk meredam dampak covid-19 dengan perubahan yang begitu cepat. Dampak lebih buruk jangan sampai dirasakan dan bisa menjaga pertumbuhan ekonomi nol hingga 2,5 persen.
"Saat ini Pemerintah hanya perlu fokus pada sektor kesehatan, karena mengendalikan wabah harus menjadi prioritas utama, lupakan hal lain," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id