Jakarta: Anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya meminta pemerintah memberikan insentif untuk badan usaha hilir minyak dan gas bumi (migas). Kebijakan itu agar tidak ada pihak yang dirugikan saat penerapan penurunan harga gas bumi menjadi USD6 per MMBTU.
Penerapan penurunan harga gas diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Penerapan tersebut diharapkan tetap menjaga keekonomian, keberlanjutan usaha, aspek tata kelola, dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku.
"Komisi VI DPR akan meminta Kementerian BUMN untuk berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi regulasi agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap dividen, penerimaan negara dari pajak, serta pelaksanaan tanggung jawab sosial kepada masyarakat," kata Gde Sumarjaya dalam keterangannya kepada Medcom.id di Jakarta, Kamis, 16 April 2020.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengungkapkan pemerintah mengandalkan perusahaan BUMN seperti Pertamina, PLN, dan PGN untuk memberikan stimulus perekonomian dalam menghadapi wabah virus korona (covid-19). Seharusnya, pemerintah memberikan insentif agar perusahaan tetap stabil saat menghadapi terpaan wabah covid-19.
"Kalau pemerintah memberikan penugasan ini harus diberikan kompensasi, boleh ambil buahnya jangan tebang pohonnya," ujar Herman.
Terkait stimulus penurunan harga gas, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Penggunaan dan Harga Gas Bumi Tertentu Bidang Industri.
Herman memandang pemerintah seharusnya melindungi PGN sebagai BUMN yang diandalkan dalam penyaluran gas bumi dan membangun infrastrukturnya. Terlebih perusahaan tersebut berstatus terbuka sehingga perlu kehati-hatian dalam menetapkan kebijakan agar tidak membuat investor lari dan berujung pada kerugian.
"Ini harus kita membuat proteksi karena mereka harus untung. Kita harus back up agar merek tetap survive," tuturnya.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Nyat Kadir menambahkan penerapan penurunan harga gas bumi menjadi USD6 per MMBTU harusnya memikirkan keekonomian pembangunan infrastruktur gas. Sebab dengan kondisi geografis Indonesia yang beragam membutuhkan investasi besar untuk melaksanakannya.
Untuk menurunkan harga gas menjadi USD6 per MMBTU, pemerintah menurunkan harga gas di hulu menjadi sekitar USD4 hingga USD4,5 per MMBTU, dan biaya distribusi menjadi USD1,5 sampai dengan USD2 per MMBTU.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso menyampaikan keekonomian biaya penyaluran gas yang dilakukan PGN sebagian masih sebesar USD2,6 hingga USD3,2 per MMBTU. Penerapan penurunan harga gas menjadi USD6 per MMBTU akan berdampak pada penurunan pendapatan dan laba usaha, bahkan berisikio kerugian.
Sebab itu Gigih berharap pemerintah memberikan insentif untuk menjaga keuangan perusahaan tetap sehat, saat penurunan harga gas diterapkan.
"Sesuai Permen (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 sebenarnya sudah diputuskan akan ada insentif kepada badan usaha untuk di sektor hilir namun belum ada pendalaman mekanisme ini. Kami membutuhkan dukungan pemerintah dan para anggota Komisi VI, karena jika tidak clear soal insentif ini, akan sulit mempertahankan keekonomian jika harga harus USD6 per MMBTU," tutupnya.
Penerapan penurunan harga gas diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Penerapan tersebut diharapkan tetap menjaga keekonomian, keberlanjutan usaha, aspek tata kelola, dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku.
"Komisi VI DPR akan meminta Kementerian BUMN untuk berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi regulasi agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap dividen, penerimaan negara dari pajak, serta pelaksanaan tanggung jawab sosial kepada masyarakat," kata Gde Sumarjaya dalam keterangannya kepada Medcom.id di Jakarta, Kamis, 16 April 2020.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengungkapkan pemerintah mengandalkan perusahaan BUMN seperti Pertamina, PLN, dan PGN untuk memberikan stimulus perekonomian dalam menghadapi wabah virus korona (covid-19). Seharusnya, pemerintah memberikan insentif agar perusahaan tetap stabil saat menghadapi terpaan wabah covid-19.
"Kalau pemerintah memberikan penugasan ini harus diberikan kompensasi, boleh ambil buahnya jangan tebang pohonnya," ujar Herman.
Terkait stimulus penurunan harga gas, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Penggunaan dan Harga Gas Bumi Tertentu Bidang Industri.
Herman memandang pemerintah seharusnya melindungi PGN sebagai BUMN yang diandalkan dalam penyaluran gas bumi dan membangun infrastrukturnya. Terlebih perusahaan tersebut berstatus terbuka sehingga perlu kehati-hatian dalam menetapkan kebijakan agar tidak membuat investor lari dan berujung pada kerugian.
"Ini harus kita membuat proteksi karena mereka harus untung. Kita harus back up agar merek tetap survive," tuturnya.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Nyat Kadir menambahkan penerapan penurunan harga gas bumi menjadi USD6 per MMBTU harusnya memikirkan keekonomian pembangunan infrastruktur gas. Sebab dengan kondisi geografis Indonesia yang beragam membutuhkan investasi besar untuk melaksanakannya.
Untuk menurunkan harga gas menjadi USD6 per MMBTU, pemerintah menurunkan harga gas di hulu menjadi sekitar USD4 hingga USD4,5 per MMBTU, dan biaya distribusi menjadi USD1,5 sampai dengan USD2 per MMBTU.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso menyampaikan keekonomian biaya penyaluran gas yang dilakukan PGN sebagian masih sebesar USD2,6 hingga USD3,2 per MMBTU. Penerapan penurunan harga gas menjadi USD6 per MMBTU akan berdampak pada penurunan pendapatan dan laba usaha, bahkan berisikio kerugian.
Sebab itu Gigih berharap pemerintah memberikan insentif untuk menjaga keuangan perusahaan tetap sehat, saat penurunan harga gas diterapkan.
"Sesuai Permen (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 sebenarnya sudah diputuskan akan ada insentif kepada badan usaha untuk di sektor hilir namun belum ada pendalaman mekanisme ini. Kami membutuhkan dukungan pemerintah dan para anggota Komisi VI, karena jika tidak clear soal insentif ini, akan sulit mempertahankan keekonomian jika harga harus USD6 per MMBTU," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News