Bukit Algoritma merupakan pusat pengembangan industri dan teknologi 4.0 yang digadang mirip Silicon Valley Amerika Serikat.
"Proyek-proyek seperti ini perlu langkah yang jelas, sifatnya jangan gimmick, sehingga dapat membuat anggaran membengkak," kata Hanif dalam diskusi online Indef yang dilansir dari Mediaindonesia, Kamis, 15 April 2021.
Dia pun meminta agar pemerintah atau pihak terkait tidak mengalami kejadian pembangunan proyek yang dianggap gagal seperti Science Techno Park pada 2015.
Hanif melihat masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan dalam membangun ekosistem digital yang mengintegrasikan riset dan industri teknologi.
Hanif menekankan ekosistem digital memerlukan triple helix collaboration, yakni kolaborasi antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan.
"Sementara yang kita dengar penggerak utamanya adalah swasta murni yang katanya tidak melibatkan anggaran APBN. Apakah ini bisa dilakukan?" kata Hanif.
Senada, Ekonom Indef Nailul Huda juga mempertanyakan rencana pembangunan Bukit Algoritma tersebut. Dia pesimistis bahwa proyek tersebut akan selesai dibangun karena dianggap rendahnya ekosistem riset dan pengembangan di Indonesia.
Menurut Huda, dari data Unesco 2021, proporsi dana R&D terhadap PDB secara total masih berkisar 0,24 persen, tertinggal dari Singapura yang sudah 2,22 persen.
"Saya masih ragu karena sampai saat ini pun proporsi dana R&D terhadap PDB yang dihasilkan sektor swasta masih di bawah, jauh dari Singapura, Korea. Permasalahan mendasar harus diperbaiki terlebih dahulu karena ini sangat berpotensi sekali bukit algoritma mangkrak," ujar Huda.
Diketahui, ada tiga perusahaan yang bakal mengendalikan proyek Bukit Algoritma, mereka adalah PT Kiniku Nusa Kreasi, PT Bintang Raya Lokalestari, dan PT Amarta Karya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id