Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata menjelaskan piutang BUMN dari negara timbul salah satunya karena adanya Public Service Obligation (PSO) atau penugasan pemerintah pada BUMN sehingga pemerintah harus menanggung selisih yang seharusnya menjadi hak BUMN tersebut dalam bentuk subsidi ataupun kompensasi.
Ia mengatakan piutang tersebut bermacam-macam jenisnya. Terkadang bisa ditentukan nominalnya dan diselesaikan dalam waktu cepat karena jumlahnya tidak besar seperti yang terjadi di PT KAI (Persero).
Namun ada pula yang memang memerlukan kesepakatan dan formulasi perhitungan, misalnya seperti piutang BBM ke PT Pertamina (Persero) sehingga memerlukan waktu yang lama.
"Kadang-kadang pemerintah itu kan sudah membuat aturan bahwa di Pulau Jawa enggak boleh ada lagi premium, tapi kemudian karena situasi tertentu timbul kebijakan bahwa boleh tapi dengan syarat tertentu. Itu yang kemudian harus diformulasikan," kata Isa dalam bincang bareng DJKN secara daring, Jumat, 2 Oktober 2020.
Isa mengatakan dalam perhitungan formula tersebut harus dipilah-pilih manakan dari implementasi kebijakan tersebut yang menjadi kewajiban pemerintah dan mana yang bukan bagian dari yang ditanggung pemerintah.
Ia bilang untuk menentukan hal tersebut, memerlukan proses audit yang dibantu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia bilang BPK membantu pemerintah untuk menentukan yang merupakan konsekuensi pemerintah. Isa mengatakan proses penentuan tersebut memakan waktu yang tidak sebentar.
"Contoh untuk BBM, pemerintah menunggu proses yang cukup panjang untuk memastikan mana yang betul-betul piutang BUMN, mana yang bukan. Itu biasanya membuat kemudian enggah mudah langsung dibayarkan," jelas Isa.
Beberapa piutang BUMN yang lama dicairkan oleh pemerintah misalnya pada PT Pupuk Indonesia (Persero). Pupuk melaporkan jumlah piutang dari pemerintah sebesar Rp17,3 triliun. Nominal tersebut bahkan merupakan akumulasi dari piutang yang belum dilunaskan sejak 2017 atas subsidi pupuk.
Demikian juga piutang PT PLN (Persero) dari pemerintah sebesar Rp45 triliun yang merupakan kompensasi atas kebijakan pemerintah yang tidak melakukan penyesuaian tarif sepanjang 2018 dan 2019.
Selain itu, piutang Pertamina dari pemerintah sebesar Rp96,53 triliun atas kompensasi dan subsidi di 2017-2019. Pupuk Indonesia, PLN, dan Pertamina merupakan beberapa contoh yang memiliki piutang sejak beberapa tahun terakhir dan belum dilunaskan hingga saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News