Namun, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, kewajiban untuk memiliki BPJS Kesehatan dalam situasi saat ini bukan hal yang tepat. Pasalnya dengan situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi covid-19, aturan ini berpotensi mengganggu daya beli masyarakat.
"Ini mungkin harus ada pertimbangan soal momentum juga. Kalau hanya sekadar ingin menyelamatkan agar bisa membayar klaim BPJS Kesehatan yang mungkin akan meningkat selama pandemi dan setelah pandemi, tapi yang jelas cara ini momentumnya kurang pas dalam situasi ada tekanan ekonomi," kata dia, kepada Medcom.id, Selasa, 22 Februari 2022.
Dibandingkan dengan mewajibkan pengurusan dokumen dan layanan publik menggunakan keanggotaan aktif BPJS Kesehatan, ia menyarankan kepada pemerintah mendorong agar perusahaan lebih patuh membayar iuran pekerjanya. Dengan demikian, tujuan untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan bisa teratasi.
"Itu saja yang dikejar untuk kepatuhan membayar iuran BPJS Kesehatannya daripada modelnya seperti pemaksaan seperti ini, ini kan harga barang-barang naik, minyak goreng naik, tahu tempe juga naik. Ini artinya makin menambah beban, harga energi naik, inflasi juga naik, pemaksaan seperti ini tentunya menambah beban ke masyarakat," ungkapnya.
Selain itu, Bhima menyebut, tidak semua orang yang tidak memiliki BPJS Kesehatan adalah orang mampu. Ada sebagian dari mereka yang justru merupakan kelas menengah, yang tentunya akan mengalami tekanan ketika harus menjadi anggota BPJS Kesehatan sementara iuran yang di-cover pemerintah terbatas.
"Kita harus melihat konteks, alokasi iuran untuk yang PBI itu kan terbatas sementara banyak yang tidak memiliki akun BPJS Kesehatan masuk dalam kategori rentan miskin atau kelas menengah yang sebenarnya dia dekat dengan garis kemiskinan meskipun bukan orang miskin. Artinya kalau disuruh membayar BPJS Kesehatan tentu memberatkan juga," pungkas dia.
Ketentuan kewajiban menjadi anggota BPJS Kesehatan tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diteken Presiden Joko Widodo pada 6 Januari. Rencananya aturan ini bakal berlaku mulai 1 Maret 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News