Ilustrasi petani tembakau - - Foto: Medcom
Ilustrasi petani tembakau - - Foto: Medcom

Petani Tembakau Anggap Kenaikan Cukai Rokok sebagai Simalakama

Eko Nordiansyah • 23 Desember 2020 17:31
Jakarta: Ketua Dewan Pimpinan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Pamudji menyebut keputusan untuk menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) seperti buah simalakama bagi petani. Apalagi kenaikan cukai rokok terjadi di tengah pandemi covid-19 yang belum usai.
 
"Kalau bagi petani tembakau ya simalakama, dalam masa biasa saja, sebelum cukai dinaikan sudah terjadi dampak yang sangat negatif," katanya dalam webinar 'Kenaikan Cukai Hasil Tembakau: Solusi atau Simalakama?', Rabu, 23 Desember 2020.
 
Menurutnya kenaikan cukai hanya menjadi solusi bagi pemerintah untuk mendapatkan penerimaan negara di tengah pandemi meski dengan dalih untuk menurunkan prevalensi merokok.

"Apalagi dengan dinaikan cukai yang dua tahun ini sejak 2020 dan 2021 ini kenaikannya secara beruntun. Ini akan sangat berdampak negatif bagi ekosistem di pertembakauan," ungkap dia.
 
Pemerintah sebelumnya, memutuskan kenaikan cukai rokok untuk 2021 rata-rata sebesar 12,5 persen. Untuk segmen Sigaret Putih Mesin (SPM) maupun Sigaret Kretek Mesin (SKM) sama-sama naik, sedangkan tarif untuk cukai segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) tidak naik.
 
Menurutnya, keputusan untuk tidak menaikan cukai SKT sudah tepat karena menyangkut tenaga kerja. Hanya saja, kenaikan segmen SKM maupun SPM yang mencapai antara 13 hingga 18 persen akan sangat mempengaruhi para petani tembakau.
 
"SKM ini kami memandang penyerapan bahan baku lokal, karena penyerapan bahan baku tergantung penjualan SKM, jadi simalakamanya di situ," ujarnya.
 
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Atong Soekirman menambahkan, industri pengolahan tembakau memang mengalami penurunan utilisasi selama pandemi covid-19. Ini juga menyebabkan ekspor tembakau olahan turun.
 
"Sampai dengan November 2020, utilisasi industri pengolahan tembakau tercatat tumbuh 57,5 persen, lebih rendah dibandingkan sebelum covid 66 persen. Kondisi pandemi berpengaruh pada IHT, berdampak pada the weakest link industri yaitu pekerja buruh rokok, petani tembakau, dan pedagang retail," papar dia.
 
Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menilai kenaikan cukai pada tahun depan telah mempertimbangkan dampak pandemi covid-19. Bahkan dari sisi konsumsi, kelangsungan tenaga kerja hingga kesejahteraan petani juga telah dipertimbangankan.
 
"Jadi ada upaya turut mempertimbangkan, mengambil concern pandemi selama ini, jadi juga bisa tetap mendukung ekonomi tumbuh ke depannya," ujar Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Pande Putu Oka Kusumawardani. 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan