"Elpiji merupakan komoditas energi yang lebih dari 70 persen masih impor sehingga konsumsinya perlu disubstitusi untuk mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan dan meningkatkan ketahanan energi nasional," ungkap Plt Kepala Badan Litbang Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, dikutip dari Mediaindonesia.com, Selasa, 8 Desember 2020.
Dadan menegaskan DME yang dihasilkan dari gasifikasi batu bara tersebut secara ekonomi layak dijadikan pengganti elpiji. Hal itu berdasarkan hasil analisis Tim Kajian Hilirisasi Batu Bara Balitbang ESDM. Untuk mempercepat substitusi tersebut, kata Dadan, pemerintah saat ini tengah menjalankan proyek pabrik gasifikasi batu bara.
Hal itu dilakukan melalui konsorsium PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Pertamina, dan Air Products and Chemicals Inc dari Amerika Serikat (AS). Nilai proyek mencapai USD2,1 miliar atau sekitar Rp30 triliun. Adapun kapasitas pabrik diproyeksikan bisa menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun dari input batu bara enam juta ton.
Nilai itu setara dengan pengurangan satu juta ton impor elpiji per tahun. Direktur Utama PTBA Arvian Arifin mengatakan PTBA dan Pertamina memiliki opsi agar 40 persen saham dalam proyek pembangunan pabrik gasifikasi batu bara menjadi DME tanpa mengeluarkan biaya investasi sedikit pun.
"Dalam proyek ini, baik Pertamina maupun PTBA tidak mengeluarkan investasi untuk pembangunan processing company. Ini semua dilakukan investor," kata Arvian.
Arvian menjelaskan dalam proyek gasifikasi batu bara menjadi DME itu, PTBA akan berperan sebagai pemasok batu bara, penyedia infrastruktur dan lahan di kawasan Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Di sisi lain, Pertamina menjadi offtaker atau pembeli DME yang dihasilkan dan Air Products merupakan investor dan penyedia teknologi dalam pembangunan pabrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News