Direktur Perundingan Bilateral Ni Made Ayu Marthini selaku Ketua Delegasi RI mengatakan bahwa pertemuan tersebut menunjukkan komitmen kuat antara Indonesia dan negara-negara EAEU untuk mempersiapkan kemitraan jangka panjang yang lebih erat. Hal tersebut terutama dalam mengatasi tantangan perekonomian global dan menurunnya pertumbuhan ekonomi pascapandemi covid-19.
"Kedua belah pihak akan menyusun kajian bersama untuk mendalami hubungan dan potensi di bidang perdagangan barang, jasa, dan investasi,” ujar Made melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 29 September 2020.
Kajian ini nantinya juga akan melibatkan pelaku usaha untuk dapat membantu mengidentifikasi berbagai hambatan dan potensi di lapangan. Bagi Indonesia, lanjut Made, hubungan semakin intensif dengan EAEU merupakan bagian dari strategi kebijakan perdagangan nasional untuk menyasar pasar nontradisional.
Adapun EAEU menduduki peringkat ke-24 tujuan ekspor dari Indonesia dan peringkat ke-21 asal impor Indonesia. Ekspor utama Indonesia ke EAEU adalah minyak kelapa sawit, papan panel, kopra, cocoa butter, dan margarin. Sementara impor utama Indonesia dari EAEU adalah pupuk, batu bara, dan gandum.
Pada 2019, total perdagangan Indonesia dengan EAEU mencapai USD2,6 miliar, dengan nilai ekspor dan impor masing-masing sebesar USD1,0 miliar dan USD1,5 miliar. Sedangkan perdagangan pada periode Januari-Juli 2020 mengalami penurunan sampai dengan 22,16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Perjanjian dagang antara Indonesia dengan negara-negara EAEU diharapkan dapat mendorong laju perdagangan dan investasi di antara keduanya. Pertemuan selanjutnya akan dibahas yakni rencana kerja kajian yang ditargetkan menjadi landasan dan pertimbangan ilmiah untuk melihat kelayakan dibentuknya sebuah perjanjian dagang.
"Sehingga dalam tenggat waktu satu tahun kajian ini dapat diselesaikan. Kajian ini juga akan memberikan rekomendasi konkret untuk bisa memulihkan kondisi ekonomi masing-masing pihak,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News