Ilustrasi utang perusahaan BUMN - - Foto: MI/ Seno
Ilustrasi utang perusahaan BUMN - - Foto: MI/ Seno

6 Tahun Terakhir Utang BUMN Terus Melambung

Annisa ayu artanti • 24 Maret 2021 18:04
Jakarta: Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef Deniey A. Purwanto menyatakan beberapa tahun terakhir utang perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus melonjak dan tidak dibarengi dengan kinerja yang baik.
 
"Dalam beberapa tahun terakhir lima hingga enam tahun terakhir, utang BUMN meningkat pesat, baik BUMN keuangan dan BUMN nonlembaga keuangan," kata Deniey dalam diskusi virtual, Rabu, 24 Maret 2021.
 
Berdasarkan data yang dipaparkannya per kuartal III-2020, utang BUMN mencapai Rp2.140 triliun. Adapun rinciannya, utang BUMN keuangan sebesar Rp1.141 triliun dan utang BUMN nonkeuangan sebesar Rp999 triliun.

Kemudian berdasarkan jatuh tempo, BUMN keuangan lebih mendominasi oleh utang jangka pendek namun untuk BUMN nonkeuangan didominasi yang jangka panjang.
 
Namun sayangnya, Deniey juga menilai jumlah utang tersebut berkebalikan dari argumen bahwa berutang akan memperbaiki dan menopang kinerja perusahaan ke arah lebih baik. Laba rata-rata perusahaan pelat merah tidak semuanya menunjukan peningkatan.
 
"BUMN pengadaan listrik ini trennya menurun mulai 2016-2019 tren laba yang dibukukan menurun, demikian juga BUMN pertambangan dan penggalian yang menunjukan penurunan laba sejak 2018, dan konstruksi juga menunjukan tren menurun," jelasnya.  

 
Selain itu, lanjut Deniey, laba BUMN yang mengalami tren penurunan di antaranya BUMN yang bergerak sektor pertanian dan BUMN sektor perdagangan besar serta eceran.
 
Di sisi lain bila dilihat dari pengembalian ekuitas atau ROE, banyak BUMN yang mencatatkan ROE yang sangat kecil bahkan ada di antaranya yang negatif. Ia menyebutkan BUMN sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan besar eceran negatif.
 
"Demikian juga kalau dilihat dari kinerja tingkat pengembalian terhadap aset hanya beberapa saja yang digolongkan cukup baik di atas lima persen. Sisanya minus atau di bawah lima persen," jelasnya.
 
Sedangkan bila ditilik lagi berdasarkan tingkat solvabilitas atas pembayaran utang menurutnya sebagian besar persentase debt to asset perusahaan BUMN sudah mendekati batas wajar. Tercatat pada 2019 lalu, sebagian besar solvabilitas perusahaan sudah di atas 60 persen.
 
"Secara rata-rata memang sudah mencapai batas wajar untuk menambah utang. Jadi harusnya kebijakan yang diupayakan bagaimana meminimalisasi utang kedepan," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan