Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Regulasi PP 109/2012 Dinilai Menekan Pergerakan Petani Tembakau

Eko Nordiansyah • 26 Juli 2021 21:33
Jakarta: Hasil riset Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-PBNU) menunjukan dampak kebijakan pertembakauan bagi para petani tembakau di sejumlah wilayah seperti Pamekasan Madura, Rembang Jawa Tengah, dan Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB).
 
Salah satu kebijakan yang dianggap memberi dampak adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Selain menciptakan persoalan baru, regulasi ini telah membatasi gerak petani daerah.
 
Peneliti Lakpesdam-PBNU Hifdzil Alim mengatakan, tembakau yang sudah ada sejak lama justru dihadapkan pada berbagai kebijakan berlapis. Hal ini yang mendasari Lakpesdam untuk melakukan penelitian tentang implementasi kebijakan-kebijakan di bidang pertembakauan dan dampaknya bagi petani tembakau di daerah.

"Tembakau menghidupi masyarakat dan menyumbangkan pendapatan yang signifikan bagi negara dari sisi cukai, penyerapan tenaga kerja, serta menjadi elemen penting untuk menggerakkan perekonomian dan pembangunan di daerah," kata dia dalam webinar di Jakarta, Senin, 26 Juli 2021.
 
Lebih lanjut Hifdzil mengungkapkan, implementasi PP 109/2012 terbukti sangat dirasakan dampaknya oleh para petani tembakau dan Industri Hasil Tembakau (IHT), karena banyaknya pembatasan-pembatasan dalam produksi, pengolahan, pemasaran, dan konsumsi produk tembakau.
 
Selain petani, dampak juga dirasakan oleh IHT seperti di Pamekasan terjadi penurunan jumlah perusahaan dari 272 perusahaan di 2012 menjadi hanya 45 perusahaan saat ini. Kondisi IHT juga dirasakan di Rembang dan Lombok yang menghadapi tekanan akibat banyaknya kampanye anti rokok yang digaungkan.
 
"Sejauh kebijakan ini diimplementasikan, edukasi dan sosialisasi kepada petani tidak pernah dilakukan padahal dapat dianggarkan melalui alokasi DBH CHT. Perangkat hukum dan infrastruktur belum mumpuni dan menjadi potensi intervensi birokrasi dan penyelenggaraan negara," ungkapnya.
 
Dari hasil riset ini,  Lakpesdam-PBNU memberikan empat rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, dari sisi aspek sosial dan ekonomi yakni penyusunan regulasi tentang tembakau, sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan banyak aspek secara menyeluruh, seperti kesehatan, kebudayaan, dan perekonomian.
 
Kedua, pembentukan PP 109/2012 merupakan hasil negosiasi maksimal antara paradigma kesehatan dan paradigma perekonomian. Ketiga, PP Nomor 109 Tahun 2012 masih dipandang relevan dan tidak perlu direvisi. Keempat, pentingnya menciptakan pola kemitraan antara produsen dan petani.
 
"Kami mengakui terjadi dinamika perkembangan IHT, pasang surut luas lahan pertanian tembakau, dan naik turun jumlah petani tembakau sebelum dan sesudah terbitnya PP 109/2012. Dinamika ini dipandang memiliki hubungan langsung sebagai dampak dari terbitnya PP 109/2012," tutup Hifdzil.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan