Tembakau. Foto : Medcom.id.
Tembakau. Foto : Medcom.id.

Aspek Pemulihan Ekonomi Perlu Jadi Pertimbangan Kenaikan Cukai Rokok 2022

Eko Nordiansyah • 08 November 2021 10:36
Jakarta: Pemerintah perlu mempertimbangkan aspek pemulihan ekonomi yang masih berlangsung dalam mengambil kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan. Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan perlu formula baku dengan tetap memperhatikan pengendalian kesehatan, tenaga kerja, penerimaan negara, peredaran rokok ilegal dan petani tembakau.
 
"Kenaikan cukai 2022 perlu mempertimbangkan aspek pemulihan ekonomi akibat pandemi. Konsistensi dalam pelaksanaan penerapan formula atau dimensi dapat memberikan kepastian bagi kesehatan, dunia usaha maupun masyarakat," kata dia dalam dalam webinar 'Reformulasi Kebijakan Cukai Rokok & Masa Depan Industri Hasil Tembakau' dilansir di Jakarta, Senin, 8 November 2021.
 
Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Akbar Harfianto menyebut, pertimbangan kebijakan CHT didasari pada empat pilar kebijakan meliputi pengendalian konsumsi termasuk aspek kesehatan, peredaran rokok ilegal, keberlangsungan tenaga kerja, optimalisasi penerimaan negara.

"Total beban pajak atas rokok di Indonesia mencapai 62 persen termasuk cukai, PPN, dan pajak rokok mendekati rata-rata beban pajak di negara berpendapatan tinggi. Pada 2020, penerimaan CHT terhadap perpajakan mengalami kenaikan menjadi 13,2 persen, dimana rata-rata proporsi penerimaan CHT sebesar 10,2 persen," jelas dia.
 
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan berharap kebijakan relaksasi industri berlanjut, misalnya dengan tidak menaikkan cukai rokok tahun depan. Ia merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan strategi kebijakan extra ordinary guna memberantas rokok ilegal.
 
"Kami berharap pemerintah bersimpati dan empati pada industri dengan memberikan relaksasi di 2022 dan melihat kemungkinkan untuk tahun 2022 tidak ada kenaikan cukai dan tidak ada lagi kebijakan yang memberatkan industri tembakau," ungkapnya.
 
Di sisi lain, kenaikan Cukai rokok juga diharapkan bisa mendorong kenaikan harga rokok, yang berarti bisa mengurangi prevalensi merokok anak usia. Persentase merokok pada penduduk usia di bawah 18 tahun secara nasional masing-masing turun drastis menjadi sebesar 3,87 persen dan 3,81 persen.
 
Peneliti FEB Unpad Dr. Wawan Hermawan mengungkapkan analisis historis atas pola konsumsi rokok yang diproksi melalui prevalensi merokok usia 15+ di negara-negara anggota OECD dan enam mitra strategis OECD. Rata-rata prevalensi merokok usia 15+ di negara-negara OECD adalah sebesar 17,1 persen dan untuk OECD 6+ adalah sebesar 17,4 persen.
 
Ia menambahkan mayoritas negara dalam pengamatan menunjukkan tren penurunan dalam prevalensi merokok untuk usia 15+ termasuk Indonesia. Meski begitu, Indonesia merupakan salah satu negara dengan rata-rata prevalensi merokok untuk usia 15+ yang lebih tinggi dibandingkan pada rata-rata negara OECD dan OECD 6+.
 
"Kenaikan harga cukai rokok di Indonesia sudah berhasil menurunkan prevalensi merokok, sehingga peningkatan rokok yang terlalu tinggi dikhawatirkan bisa menyebabkan perubahan konsumsi pada jenis rokok yang lebih murah (subtitusi/rokok ilegal). Alhasil bisa meningkatkan prevalensi merokok akibat mengkonsumsi rokok yang lebih murah," ujar dia.
 
Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat Badan Pusat Statistik (BPS) Ahmad Avenzora mengakui masih ada sebanyak 1,55 persen pada 2019 dan 1,58 persen pada 2020 anak usia 5-17 tahun yang merokok selama sebulan terakhir. Penduduk berumur 30 tahun ke atas menjadi kelompok yang paling banyak dalam merokok sebulan terakhir.
 
"Rata-rata konsumsi rokok dan tembakau per kapita seminggu untuk jenis rokok filter adalah yang terbesar, baik tahun 2019 maupun tahun 2020 yaitu 12,56 batang dan 12,34 batang. Rata-rata pengeluaran rokok dan tembakau per kapita seminggu untuk jenis rokok kretek filter adalah yang terbesar baik tahun 2019 maupun tahun 2020 yaitu Rp12.876 dan Rp13.424," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan