"Satu ikan pun tidak ada yang bisa diekspor ke Eropa. Dikatakan penangkapan ikan dari Indonesia masih barbar, masih tradisional," kata Trenggono dalam sebuah acara di Jakarta, Rabu, 10 Januari 2024.
Trenggono mengatakan, penangkapan ikan sebelumnya dilakukan secara barbar atau bebas tanpa ada pengaturan kuota. Hal tersebut membuat negara-negara lain enggan mengimpor ikan dari Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merilis PP Nomor 11 Tahun 2023 yang secara umum mengatur antara lain area penangkapan ikan, jumlah ikan yang ditangkap, dan jumlah kapal yang dapat melakukan penangkapan.
Hal ini dilakukan agar kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga dan dapat memberikan kesejahteraan nelayan, menyediakan perluasan dan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah dan daya saing hasil perikanan, kepastian berusaha, kontribusi bagi dunia usaha, serta bagi negara.
"Kita sudah tata kelola, tidak bisa lagi menangkap sembarangan agar komoditas ikan kita menjadi juara," ujar dia.
Baca juga: KKP Perluas Peran Otoritas Kompeten untuk Jaga Mutu Perikanan |
Incar jadi pemain utama pasar seafood
Lebih lanjut, Trenggono mengatakan potensi sumber daya kelautan secara global sangat besar sehingga perlu strategi untuk menjadi salah satu pemain utama.
Ia menyebutkan, pasar seafood atau makanan laut global mencapai USD730 miliar per tahun. Adapun pada 2022, pasar seafood dunia mencapai USD338 miliar.
Untuk itu, KKP mendorong agar eksploitasi sumber daya tidak hanya dilakukan di darat (land based), namun juga mulai menggarap sektor laut (ocean based) mengingat potensi ekonomi yang sangat besar.
Sebagai negara maritim, produksi perikanan Indonesia tercatat sebesar 2,3 juta ton dengan nilai produksi perikanan mencapai Rp45 triliun.
"Banyak sekali sumber daya alam yang kita eksploitasi masih di land based, sementara ocean based belum kita lakukan dengan baik. Kita akan tingkatkan budi daya untuk ekspor ke depan," tutur Trenggono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News