Sayangnya sejak 2003, pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi nasional. Walhasil proporsi manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus mengalami penurunan.
Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Profesor Rina Indiastuti menilai, kondisi ini perlu ditingkatkan melalui transformasi struktural manufaktur Indonesia dengan memanfaatkan kekuatan global.
"Pertumbuhan sektor manufaktur yang selama beberapa dekade terakhir selalu ditopang oleh industri berbasis sumber daya ternyata rentan terhadap faktor eksternal. Selain dipengaruhi oleh faktor seperti ekspor dan investasi, sektor manufaktur juga rentan terhadap krisis eksternal. Sehingga, kondisi tersebut perlu dipahami," ungkapnya dalam diskusi daring, dikutip Selasa, 8 Agustus 2023.
Di sisi lain, pandemi covid-19 juga merupakan salah satu krisis yang dihadapi sektor manufaktur. Pulihnya sektor ini pascapandemi menunjukkan manufaktur masih punya kekuatan, didukung oleh kekayaan sumber daya alam serta pasar yang luas.
Karenanya, untuk meningkatkan kontribusi sektor manufaktur, perlu dilakukan reorientasi dan penguatan strategi dalam mengoptimalkan peluang pasar global. Upaya yang ditempuh antara lain dengan menyetarakan kemampuan dan kualitas sektor industri di dalam negeri dengan di negara lain, termasuk dengan update teknologi.
"Selanjutnya, perlu mengikuti kebijakan-kebijakan kelembagaan yang diambil oleh negara lain karena berpengaruh pada keputusan investasi yang akan ditanamkan di Indonesia," paparnya.
Baca juga: Kemenkeu Kaget Ekonomi Indonesia Tumbuh di Atas Ekspektasi Pasar |
Belum masuk deindustrialisasi
Terkait penurunan kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB, peneliti senior LPEM FEB UI yang juga merupakan Tenaga Ahli Menteri Keuangan Bidang Industri dan Perdagangan Internasional Kiki Verico berpendapat hal tersebut perlu diperbaiki.
Namun begitu, ia menampik jika Indonesia saat ini tengah berada dalam kondisi deindustrialisasi. Kondisi tersebut terjadi jika kebijakan yang terjadi akibat ekonomi tidak kompetitif atau terlalu tertutup, sehingga menyebabkan inflasi tinggi, nilai tukar tidak stabil, suku bunga tinggi, dan daya saing manufaktur yang menurun.
Indonesia saat ini hanya mengalami penurunan kontribusi manufaktur. Sehingga, jauh dari deindustrialisasi.
"Inflasi di Indonesia, khususnya sejak 2016, selalu lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi, kecuali saat awal pandemi covid-19 pada 2020. Sehingga tidak bisa dikatakan memicu deindustrialisasi," tuturnya.
Dijelaskan lebih lanjut, sektor manufaktur berkontribusi terhadap nilai tambah PDB nasional sebesar 19 persen, terbesar di antara sektor lainnya. Sektor ini juga merupakan sektor terbesar ketiga dalam penyerapan tenaga kerja.
"Sektor manufaktur merupakan game changer. Indonesia disebut emerging karena pertumbuhannya di atas pertumbuhan ekonomi dunia dan menjadi the puller of global economic growth. Sehingga, dunia melihat Indonesia sebagai sumber pertumbuhan," papar dia.
Karena itu, percepatan pertumbuhan sektor manufaktur perlu dikejar sebelum terjadi penurunan dividen demografi yang diperkirakan terjadi pada 2037 mendatang.
"Dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar enam sampai tujuh persen, Indonesia perlu menguatkan struktur melalui manufaktur sehingga kontribusinya dapat kembali pada kisaran 28-30 persen. Pertumbuhan sektor manufaktur diharapkan mencapai sembilan sampai sepuluh persen," jelas Kiki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id