Anak-anak ikut mengampanyekan bahaya merokok dalam peringatan HKN 2022. Foto: Dok Komnas Pengendalian Tembakau
Anak-anak ikut mengampanyekan bahaya merokok dalam peringatan HKN 2022. Foto: Dok Komnas Pengendalian Tembakau

Pemerintah Diminta Mengubah Cara Mengendalikan Tembakau

Medcom • 30 November 2022 21:03
Jakarta: Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau menyatakan penanganan covid-19 dalam beberapa tahun terakhir bisa menjadi pelajaran dalam mengendalikan tembakau. Ketua Harian Komnas Pengendalian Tembakau, Mia Hanafiah, mengatakan cara pemerintah mengendalikan tembakau harus diubah dari kuratif menjadi preventif-promotif.
 
"Pemerintah hendaknya mulai melepaskan pola pikir dari sisi kuratif dalam penanganan masalah kesehatan, terutama dalam mengendalikan tembakau," kata Mia, melalui keterangan tertulis, Rabu, 30 November 2022.
 
Komnas Pengendalian Tembakau bersama jaringan pengendalian tembakau memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2022 melalui diskusi bertema Tambal-Sulam Sistem Kesehatan Kuratif menuju Preventif-Promotif dalam Pengendalian Tembakau.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Tema diskusi ini diambil berdasarkan pengalaman menghadapi covid-19 yang sudah mewabah di Indonesia sejak 2020. Komnas berharap pemerintah lebih memperkuat sistem kesehatan yang siap menghadapi segala tantangan kesehatan yang akan muncul di masa mendatang.
 

Jangan fokus pada konsumsi rokok

Dalam mengendalikan tembakau, lanjut Mia, pemerintah diminta untuk tak fokus pada pengurangan konsumsi rokok. Lebih dari itu, pemerintah harus melihat faktor penyebab dari kebiasaan merokok.
 
"Terutama masalah kesehatan, baik dari sisi hilangnya produktivitas karena kesakitan sampai beban biaya kesehatan," kata dia.
 
Temuan riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyatakan kebiasaan
merokok ciptakan beban ekonomi kesehatan di Indonesia 27,7 triliun 2019. Studi ini berupaya mengidentifikasi biaya kesehatan yang dikeluarkan akibat konsumsi rokok.
 
CISDI menyebut mayoritas beban biaya ekonomi kesehatan berasal dari biaya rawat inap dan perawatan yang harus ditanggung BPJS Kesehatan. Angka Rp27,7 triliun rupiah setara dengan 91,8 persen total defisit JKN pada 2019.
 

Perkuat PP Pengendalian Tembakau

Selanjutnya, Mia berharap pemerintah segera memperkuat Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP Pengendalian Tembakau). Penguatan aturan ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan masyarakat, terutama pada anak-anak dan keluarga miskin, dari konsumsi rokok.
 
Aturan ini juga diharapkan bisa diperkuat dengan larangan iklan rokok di internet dan media luar ruang. Termasuk larangan promosi dan sponsor rokok, perluasan peringatan kesehatan bergambar (pictorial health, larangan penjualan ketengan, pengaturan rokok elektronik, serta penguatan sanksi dan pengawasan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
 
"Penguatan peraturan yang ada di PP 109/2012 diharapkan akan mampu menekan prevalensi perokok anak yang terus naik," kata Mia.
 
Saat ini, prevalensi perokok anak telah mencapai 9,1 persen berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar pada 2018. Sementara, jumlah perokok dewasa dalam 10 tahun terakhir pun naik 8,8 juta (GATS, 2021).
 

Bakar ratusan triliun rupiah

Peneliti dari Indonesia Health Economic Association dr Adiatma Yudistira Manogar Siregar mengungkap betapa besarnya kerugian akibat konsumsi rokok. Menurutnya, biaya ekonomi dari merokok pada 2019 berkisar antara Rp184 triliun hingga Rp410 triliun (Meilissa et al., 2022).
 
"Diestimasikan, BPJS Kesehatan mengeluarkan sekitar Rp10,4 triliun sampai Rp15,6 triliun untuk biaya berobat penyakit terkait dampak merokok," kata Adiatma dalam sesi diskusi bertema Kebijakan Pengendalian Konsumsi Rokok dari Perspektif Ekonomi Kesehatan.
 
Pelaksana tugas Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Subandi Sardjoko, sepakat untuk menolak industri rokok. Dia berupaya agar skema dan penaikan cukai rokok hanya di angka 10 persen. 
 
"Kami sudah koordinasikan dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Kita perlu bersinergi, kalau bukan kita lantas siapa lagi," kata dia.
 
Baca: Pelaku IHT Berkomitmen Tak Jual Produk Rokok ke Anak-anak
 
Analis Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian
Keuangan (Kemenkeu), Febri Pangestu, menyampaikan kebijakan penaikan cukai hasil tembakau 
mempertimbangkan beberapa pilar. Di antaranya untuk mengendalikan konsumsi produk hasil tembakau dan mendukung penurunan prevalensi perokok anak.
 
Selanjutnya, ketenagakerjaan, aspek keberlangsungan industri, penerimaan negara, dan rokok ilegal. "Melalui penaikan cukai ini, tentunya kebijakan fiskal harus diiringi kebijakan nonfiskal
lainnya untuk mengendalikan konsumsi rokok," kata Febri.
 
(UWA)



LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif