Program Revolusi Hijau dicetuskan pada periode 1970-an hingga 1980-an. Mulanya, Revolusi Hijau dipicu pemupukan baru pada penanaman padi di Los Banos, Filipina. Pemerintah Indonesia saat itu tertarik merealisasikan dengan memperluas penggunaan teknologi untuk menunjang kegiatan pertanian.
“Untuk melakukan itu, mereka harus mengajarkan petani cara menggunakan teknologi yang merupakan tugas Kementerian Pertanian. Termasuk membiayai pembelian beras, pupuk, pestisida, dan biaya hidup para petani selama masa transisi,” kata Adjunct Lecturer in the Public Policy at the Harvard Kennedy School Jay K Rosengard, pada acara G20 Financial Inclusion Talks.
Terkait pembiayaan, BRI menyediakannya melalui program Bimas (Bimbingan Massal). Bimas, kata Jay, menjadi permulaan micro banking secara nasional di BRI.
Program Revolusi Hijau pun menuai sukses. Indonesia berhasil mewujudkan swasembada pangan. “Indonesia berubah dari pengimpor beras terbesar menjadi pengekspor beras dalam 20 tahun," ucap Jay.
Jay memuji BRI memiliki peran penting dalam menyukseskan program Revolusi Hijau. Setelah swasembada pangan tercapai, BRI didorong bertransformasi agar bisa memiliki bisnis yang berkelanjutan selain sebagai penyalur subsidi dari pemerintah.
Pada tahun 1983, Kementerian Keuangan mengatakan bahwa subsidi terus tumbuh terutama untuk petani.
“Mereka mengatakan kepada BRI bahwa mereka perlu membuat keputusan dan bekerja sama dengan jaringan sosial yang besar dari ribuan unit yang disebut BRI Unit Desa dengan 14 ribu karyawan. Jika tidak, Anda harus menutup sistem membayar subsidi sendiri atau menutup sistem yang berarti sebagian besar (masyarakat) Indonesia tidak memiliki rekening bank," kata Jay.
Kemudian BRI berinovasi sehingga mendapatkan formula untuk menjalankan bisnis berkelanjutan. BRI dipercaya masyarakat, termasuk di kawasan pedesaan untuk melakukan aktivitas keuangan, seperti menabung, mengambil kredit.
“Saat itu, banyak orang di seluruh Indonesia membuka rekening di BRI. Mereka juga membuka tabungan Tapenas BRI, program tabungan nasional, kredit Bimas yang mendukung pertanian, baik kredit mini maupun kredit midi," katanya.
Dirut BRI Sunarso pada kesempatan yang sama menjelaskan pada program Revolusi Hijau selain mengenalkan teknologi pertanian kepada masyarakat desa, juga memberikan akses keuangan sehingga petani bisa mendapatkan pendanaan untuk pengembangan pertanian.
“Lembaga ekonomi dimasukkan ke desa melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Proses bisnis di desa juga berubah. Kemudian BRI dimasukkan ke desa sebagai lembaga keuangan, dan sukses. Setelah tahun 1985, BRI mengubah, mentransformasi, yang semula BRI unit desa untuk swasembada pangan, diubah menjadi commercial base setelah swasembada pangan selesai. Sekarang menjadi BRI Unit Mikro yang lebih komersial,” kata Sunarso.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News