Rincian pengguna pertalite untuk kendaraan roda empat terbanyak yakni 98,7 persen mobil pribadi, sebanyak 0,6 persen taksi online, sebanyak 0,3 persen taksi plat kuning, dan sebanyak 0,4 persen angkot.
Sementara untuk roda dua, pertalite digunakan oleh motor pribadi sebanyak 97,8 persen dan ojek/ojol sebanyak 2,2 persen.
Pengamat ekonomi Faisal Basri mengemukakan, berdasarkan data BPS pada 2020, jenis BBM yang sebenarnya diperuntukkan bagi orang tak mampu ini sebagian besarnya jelas dinikmati oleh masyarakat kategori kaya.
"10 persen termiskin menikmati subsidinya 3,1 persen saja. 20 persen termiskin 4,4 persen, dan terus begitu. Yang terkaya paling banyak menikmati yakni 29,1 persen," ujar Faisal saat menjadi narasumber secara virtual dalam diskusi dengan tema 'Telaah Kebijakaan Penyesuaian harga BBM untuk Subsidi Tepat Sasaran', Kamis, 1 September 2022.
Ekonom Universitas Indonesia ini kemudian menceritakan pentingnya menghemat penggunaan migas di Indonesia. Sebab, cadangan minyak kian menipis, sementara konsumsi bahan bakar minyak semakin naik. Harga BBM yang murah karena subsidi membuat pola konsumsi masyarakat terutama yang mampu semakin tak terkendali.
Baca: Soal Kenaikan Harga BBM Subsidi, Presiden: Masih Dihitung
Hal itu pula yang menjadikan Indonesia harus melakukan impor minyak dari luar negeri, yang harganya saat ini melonjak naik, salah satunya akibat dari perang di Eropa.
"Cadangan makin tipis, tapi kita membakar energi, membakar BBM, makin lama makin banyak. Akibatnya apa, kita harus menutup selisih ini dengan cara mengimpor. Sekarang kira-kira impornya mendekati 800 ribu barel per hari," ungkap Faisal.
Walhasil, BBM yang dibeli mahal dan dijual murah karena disubsidi kini menimbulkan masalah fiskal di APBN.
"Kita sudah tekor untuk minyak mentah USD5 miliar. Kemudian untuk BBM, impornya makin lama makin tinggi juga, defisitnya kira-kira USD12 miliar. Jadi kita habiskan USD17 miliar hingga Juli ini. Sampai Desember barangkali bisa USD20 miliar hingga USD25 miliar," ungkapnya.
Faisal menyebutkan, dana subsidi di APBN 2022 membengkak mencapai Rp502,4 triliun. Diperkirakan akan mencapai Rp700 triliun hingga akhir tahun. Ini jelas membebani keuangan negara dan tidak sehat untuk dilanjutkan.
Menurut Faisal, negara-negara lain yang pendapatannya bahkan lebih rendah dari Indonesia, seperti Vietnam, Kamboja, dan India, sudah melakukan penyesuaian harga BBM sejak lama.
"Semua negara ikut menyesuaikan, negara-negara seperti India, lebih miskin dari kita, Kamboja, Vietnam itu harganya di atas USD1. Sanggup mereka," ujarnya.
Dampak penyesuaian harga BBM terhadap perekonomian masyarakat kecil ke transportasi rakyat. Menurut Faisal, hal ini bisa diatasi dengan memberikan bantuan kepada para pengelola jasa kendaraan seperti taksi dan ojek agar pajak dan parkirnya digratiskan.
"Solusi untuk mereka, misalnya yang saya sarankan itu, taksi online, taksi pelat kuning, angkot, kalau perlu dibebaskan dulu satu tahun pajaknya. Itu nilainya luar biasa. Motor ojek, ojol, kan dia sering parkir, parkirnya dikasih voucher, parkirnya gratis," jelasnya.
Subsidi BBM dialihkan ke sektor lain
Sementara itu, Ketua PB HMI Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba (PEMM) Muhamad Ikram Pelesa meminta agar subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kegiatan produktif lainnya.
Ikram juga menyoroti adanya penggunaan subsidi yang tidak tepat sasaran dan banyak disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggungjawab, ketimbang dinikmati warga yang membutuhkan.
"Mending dialokasikan kepada hal-hal yang bersentuhan dengan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Contohnya infrastruktur, sektor pendidikan, kesehatan dan lain-lain, ini lebih terasa manfaatnya," kata Ikram.
Ia berharap pemerintah berhati-hati dan mengkaji kembali soal kebijakan mensubsidi ke sektor bahan bakar minyak. Sebab, konsumsi BBM dalam negeri terus mengalami penambahan sehingga subsidi BBM setiap tahunnya semakin meningkat, terlebih harga minyak dunia saat ini kian melonjak.
"Di sisi lain, kami menawarkan pemerintah bagaimana memperkuat ekonomi kerakyatan, sektor UMKM, memperkuat daya beli masyarakat, agar pemerintah tidak lagi memikirkan bagaimana merumuskan pola atau skema subsidi untuk menalangi pengeluaran yang diberikan pemerintah terhadap impor migas kita yang membengkak setiap tahunnya," paparnya.
Ikram menyarankan agar memperkuat daya beli masyarakat terlebih dahulu. Sebab, daya beli masyarakat yang kuat tidak akan terpengaruh meskipun ada penyesuaian harga BBM.
"Kalau misalkan disubsidi manusianya, maka kemampuan dan daya beli masyarakat itu meningkat, bagaimanapun arah kebijakan pemerintah, daya beli masyarakat dapat menyesuaikan," ucapnya.
Ketua PP KAMMI Bidang PMPE Edo Hendra Kusuma mengatakan penyesuaian harga BBM ini mengandung efek domino seperti pada naiknya harga bahan makanan atapun pada tarif mode transfortasi. Namun hal itu harus diselesaikan oleh pemerintah dengan soliditas semua bidang sehingga mampu menjelaskan penyesuaian harga BBM ini kepada masyarakat.
"Terkait kenaikan ini pasti ada konsekuensinya, ada efek domino, ini tergantung bagaimana kemudian kesolidan pemerintah untuk bisa menanghulangi efek yang terjadi," tutur Edo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News