Ilustrasi. Foto: dok MI.
Ilustrasi. Foto: dok MI.

Begini Beban APBN yang Ditanggung Jika Pemerintah Terapkan Power Wheeling

Husen Miftahudin • 10 September 2024 20:10
Jakarta: Peneliti dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai pemerintah dan DPR RI tidak perlu memasukkan skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), karena berisiko menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mendatang.
 
"Pemerintah dan DPR tidak perlu menjadikan power wheeling sebagai stimulus dalam memacu energi baru terbarukan. Karena power wheeling sangat membahayakan keuangan negara. Beban negara berisiko naik dan membahayakan APBN pada periode mendatang," kata Abra dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 10 September 2024.
 
Menurut dia, lonjakan beban APBN berisiko muncul karena adanya tambahan Biaya Pokok Penyediaan listrik sebagai konsekuensi masuknya pembangkit listrik milik swasta melalui skema power wheeling.

Diketahui, aturan power wheeling tersebut memperbolehkan pihak pembangkit swasta untuk menjual listrik EBET yang diproduksinya secara langsung kepada masyarakat dengan menyewa jaringan transmisi/distribusi milik Negara.
 
"Ada beberapa risiko sebagai implikasi skema power wheeling yang selanjutnya akan berdampak terhadap kesehatan keuangan negara," beber Abra.
 
????Risiko tambahan beban APBN juga dapat muncul karena adanya potensi tambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik sebagai konsekuensi masuknya pembangkit listrik dari skema power wheeling yang bersumber dari energi terbarukan yang bersifat intermiten.
 
"Implikasinya, akan timbul tambahan cadangan putar (spinning reserve atau backup cost) untuk menjaga keandalan dan stabilitas sistem kelistrikan. Sehingga setiap masuknya satu gigawatt (GW) pembangkit melalui power wheeling, akan mengakibatkan tambahan beban biaya hingga Rp3,44 triliun (biaya Take or Pay + backup cost) yang tentu akan membebani keuangan negara," jelas Abra.
 
Baca juga: Power Wheeling Dinilai Berisiko Menggerus APBN
 

Kemenkeu jadi benteng terakhir


Menurutnya, pemerintah tidak perlu memberikan gula-gula pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Dalam RUPTL terbaru, target tambahan pembangkit EBT mencapai 20,9 GW, porsi swasta sudah mencapai 56,3 persen atau setara dengan 11,8 GW.
 
"Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan seharusnya menjadi benteng terakhir penolakan implementasi skema power wheeling yang berisiko merugikan negara. Karena Kementerian Keuangan tahu betul kondisi keuangan negara pada pemerintahan mendatang," ucap dia.
 
Lebih lanjut, Abra menambahkan, pemerintah sebetulnya sudah menggelar karpet merah bagi swasta untuk memperluas bauran energi baru terbarukan/EBT sebagaimana yang dijaminkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
 
"Terlepas dari instrumen yang akan diberikan, pengembangan energi baru terbaru terbarukan cukup menggunakan RUPTL yang sudah disepakati bersama," kata dia.
 
Sekali lagi, Abra menegaskan pemerintah harus terus waspada terhadap pembahasan RUU EBET yang di dalamnya memuat pasal power wheeling. "Risiko terbesarnya adalah membebani keuangan negara yang bisa berdampak langsung terhadap Pembangunan dan masyarakat kecil," tutupnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan