Ilustrasi petani tembakau. Foto: dok MI/Tosiani.
Ilustrasi petani tembakau. Foto: dok MI/Tosiani.

Mau Revisi Aturan Soal Tembakau, Pemerintah Diminta Libatkan Perwakilan Konsumen

Eko Nordiansyah • 12 April 2023 13:43
Jakarta: Rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) berdampak pada terampasnya hak-hak konsumen produk tembakau. Sejak awal rencana revisi tersebut, sekitar 69,1 juta konsumen produk tembakau tidak pernah dilibatkan dalam proses perubahan aturannya yang sangat eksesif ini.
 
Ketua Pakta Konsumen Ary Fatanen mengatakan, konsumen produk tembakau seringkali dianggap sebagai objek. Padahal, para konsumen tersebut memiliki kontribusi dan sumbangsih yang besar bagi pendapat negara melalui cukai rokok, sehingga hak-hak konstitusional mereka tidak boleh diabaikan. 
 
“Sejak dirilisnya Keppres 25/2022 di Desember tahun lalu dan dengan viralnya rencana larangan rokok batangan, maka praktik diskriminasi dan pengabaian hak-hak ekonomi masyarakat bagi konsumen produk tembakau semakin nyata dirasakan,” kata dia dilansir, Rabu, 12 April 2023.

Selain itu, tujuh poin usulan materi yang tercantum pada revisi PP 109/2012 juga dianggap menindas hak informasi dan hak edukasi para konsumen produk tembakau. Padahal konsumen produk tembakau siap berperan aktif untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah perokok anak.
 
“Sampai saat ini aspirasi konsumen produk tembakau tidak pernah didengar. Padahal, merokok adalah hak asasi manusia bagi perokok yang sudah dewasa. Dengan adanya regulasi yang eksesif bagi rokok, maka ini menjadi bukti ketidakadilan dan tidak berlakunya sistem demokrasi karena perokok hanya dijadikan sebagai objek,” ungkapnya. 
 
Komisioner Ombudsman DIY Agung Sedayu menyebut, praktik diskriminasi terhadap konsumen produk tembakau dapat dirasakan di berbagai lingkup. Mulai dari terbatasnya akses terhadap informasi, pembatasan akses atas hak partisipasi, hingga tidak dipertimbangkannya pandangan dan aspirasi para konsumen.
 
“Para konsumen produk tembakau juga mengalami diskriminasi dalam hak advokasi. Misalnya, mereka memiliki keterbatasan dalam berbicara dan berekspresi mengenai produk tembakau. Tidak hanya itu, ada juga pemangkasan anggaran dan rendahnya dukungan untuk lembaga advokasi konsumen produk tembakau,” papar Agung.
 
Baca juga: Duh! Aturan Ini Bisa Bikin Nasib IHT di Ujung Tanduk, Apa Itu?

 
Selain itu, Agung menekankan bahwa konsumen produk tembakau juga mengalami praktik diskriminasi dalam hak edukasi. Seringkali informasi yang diberikan tentang produk tembakau itu tidak akurat atau tidak komprehensif karena tidak adanya dukungan dan fasilitas yang memadai untuk mengedukasi konsumen.

Perlindungan konsumen diatur UU

Pada kesempatan yang sama, Komite Tetap Kadin DIY Bidang Kebijakan Publik, Detkri Badhiron, mengatakan asas perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan bahwa konsumen berhak mendapatkan keadilan, keamanan, serta kepastian hukum. 
 
“Aturan ini harusnya berfokus pada pengendalian dan pengawasan, bukan pelarangan total. "Prinsipnya perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen, termasuk konsumen produk tembakau,” jelasnya.
 
Praktisi Periklanan, M. Hafidullah, juga menyayangkan rencana revisi PP 109/2012. Salah satu poin materi yang dianggap tidak sesuai adalah dorongan mengenai larangan total iklan rokok, promosi, dan sponsorship yang dianggap dapat memukul industri iklan. 
 
“Memotret relasi antara produk tembakau dan industri periklanan, belanja iklan rokok cukup besar. Jika kita lihat tahun 2017-2018 adalah golden period kontribusi belanja iklan IHT, yaitu sebesar Rp 6 triliun-Rp7 triliun,” tutur Hafidullah. 
 
Hingga saat ini, ia mengatakan, salah satu masukan terbesar untuk agensi atau perusahaan reklame adalah iklan rokok. Hafidullah pun khawatir dengan adanya pelarangan total iklan rokok ini bisa semakin mematikan perekonomian, termasuk sekitar 300 tenaga kerja yang akan terdampak.

Kajian holistik dan substantif

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), A.B Widyanta, mengatakan konsumen produk tembakau memiliki peran penting dalam mengawal penyusunan regulasi yang adil dan berimbang. Hal ini agar para konsumen dapat memiliki kesempatan, keterlibatan, serta perlindungan yang sesuai. 
 
“Jangan sampai ada konflik kebijakan, atau tumpang tindih kebijakan yang ujung-ujungnya akan mengorbankan konsumen. Komoditas tembakau ini harus kita jaga keberlangsungan,” katanya. 
 
Ia juga berharap pemerintah melakukan riset-riset dasar yang holistik dan substansif terkait ekosistem pertembakauan sebelum memutuskan suatu kebijakan. Menurutnya, pemerintah perlu melibatkan konsumen, ilmuwan, dan ahli dari lintas transdisipliner untuk menimbang pada aspek kemandirian ekonomi dan kedaulatan bangsa.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan