"Semua elemen masyarakat harus ikut mencegah agar tidak terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi, tidak hanya sekadar imbauan," kata Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional Djoko Siswanto dalam keterangan resminya, Rabu, 13 April 2022.
Menurut Djoko, potensi jebolnya kuota BBM bersubsidi, terutama solar, harus diantisipasi melalui peningkatan pengawasan, termasuk sanksi terhadap penyalahgunaan solar. Apalagi, ketentuan mereka yang berhak membeli BBM bersubsidi sudah jelas.
"Namun, karena ada selisih harga yang besar (BBM bersubsidi dan nonsubsidi), membuat penyalahgunaan kerap terjadi oleh pihak tertentu untuk mendapat keuntungan," katanya.
Untuk mengurangi penyalahgunaan penggunaan BBM bersubsidi, lanjut Djoko, Pertamina sebenarnya sudah memasang sistem digitalisasi SPBU yang seharusnya bisa dimanfaatkan.
"Di situ bisa ketahuan truk atau mobil apapun jika dimodifikasi kelihatan sekali mengisi di SPBU. Kalau ada truk isi 700 liter, itu harusnya ketahuan," ujar mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM ini.
Djoko menyebutkan, Kementerian ESDM sebelumnya juga pernah menginisiasi penerapan sistem monitoring pengendalian bahan bakar minyak dengan memanfaatkan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) untuk mengawasi penggunaan solar bersubsidi. "Sayangnya, setelah dipasang hampir di 250 ribu kendaraan, program tersebut dihentikan," tutur Djoko.
Penyalahgunaan solar bersubsidi disinyalir menjadi faktor utama jebolnya kuota solar bersubsidi yang tahun ini ditetapkan sebesar 14,09 juta kiloliter (KL) khusus untuk sektor ritel. Pertamina memperkirakan hingga akhir 2022, konsumsi solar bersubsidi akan mencapai 16 juta KL. Djoko memproyeksikan BBM bersubsidi akan melewati kuota yang diproyeksikan.
"Kuota tahunan BBM bersubsidi sebenarnya bisa ditarik ke depan sehingga Pertamina bisa menambah kuota bulanan," katanya.
Mantan Direktur BBM BPH Migas itu mengatakan pencegahan penyalahgunaan solar bersubsidi menjadi upaya membantu pemerintah dan juga Pertamina. Karena, tekanan terhadap APBN saat ini sudah sangat berat, apalagi jika harus menanggung tambahan beban subsidi. Di sisi lain, beban Pertamina juga sangat berat karena hanya anggaran subsidi Rp500 per liter dari selisih harga jual yang mencapai Rp7.000-Rp8.000 per liter.
"Sekarang, pemerintah duduk bareng sama DPR, tambah subsidi solar, misalnya Rp2.000. Tak masalah APBNP khusus subsidi solar. Itu akan membantu Pertamina, tapi bagi masyarakat solar enggak naik," pungkas Djoko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News